Mohon tunggu...
Leonardo Bayu
Leonardo Bayu Mohon Tunggu... -

ATMI St. Mikael Solo | \r\nhttp://bayunishi.blogspot.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berbagi Dengan Bijaksana

12 April 2012   08:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:43 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kira-kira berapa banyak keluarga di Indonesia yang hidup dalam ketidakmampuan, juga jumlah masyarakat terpencil di luar Jawa yang terisolasi dari perkembangan pembangunan seperti di daerah Manusela di Maluku Utara yang pelayanan pendidikannya sangat jauh tertinggal. Dalam kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi pasti ada banyak pelajar yang belum pandai dan memerlukan seorang mentor untuk membantu memahami materi belajar. Mereka adalah orang-orang yang memerlukan bantuan. Memberi dan menolong merupakan perbuatan mulia, namun perlu dipikir kembali apakah bantuan itu bisa mendidik mereka atau malah menimbulkan suatu ketergantungan. Ketergantungan ini bisa saja merepotkan dan bisa juga dimanfaatkan pihak yang memberi untuk tujuan tertentu yang tidak baik. Maka diperlukan sikap berbagi dengan bijaksana.

Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 jumlah anak jalanan di Jabodetabek mencapai 75.000 anak. Dengan mengamen, mengemis pendapatan per hari rata-rata Rp 30.000 hampir sama dengan UMK di kota Solo tahun 2011. Meskipun pendapatan mereka terbilang lumayan, tetapi ini tidak akan membantu peningkatan kesejahteraan mereka. Berdasarkan penelitian beberapa LSM, uang yang mereka dapat biasanya dipakai untuk permainan rollet dan setoran ke penyalur atau senior, ada pula yang hanya dimanfaatkan orang tuanya untuk memperoleh uang di jalanan. Memberi recehan pada mereka bukanlah sikap peduli karena tidak mengetahui kebutuhan utama mereka dan bisa jadi kitalah yang membuat mereka betah di jalanan sehingga mereka tidak memerlukan pendidikan di sekolah. Tanpa pendidikan mereka tidak akan sulit untuk mencapai kesejahteraan.

Mengenal siapa obyeknya

Sikap bijakasana dalam berbagi ini memerlukan kepedulian. Peduli berarti tahu siapa obyeknya dan apa kebutuhan yang sebenarnya sehingga bisa diketahui efek baik bagi yang diberi. Seorang Mahasiswi di Yogyakarta memiliki sebuah gagasan membuat program berbagi 1 buku untuk Indonesia setelah melihat kondisi pendidikan di SD YPPK Manusela. Bukan hanya pendidikannya yang tidak terlayani dengan baik karena hanya memiliki satu orang guru saja tetapi minim pengetahuan umum seperti nama hewan dan perilakunya. Bahkan monyet itu seperti apa mereka belum tahu. Ini sangat logis karena belum ada buku di perpustakaan sekolah itu. Sehingga disimpulkan bahwa kebutuhan pertama mereka adalah buku-buku bacaan dengan harapan mereka bisa mengetahui dunia luar. Ini adalah contoh bagaimana seseorang mengetahui kebutuhan dan apa tindak lanjut bagi yang diberi bantuan.

Menciptakan sistem

Sistem yang dibuat bukanlah sistem dengan obyek pasif yang akan menimbulkan efek ketergantungan. Dengan kata lain yang diberi bantuan melakukan usaha dan mendidik mereka. Untuk menekan biaya pendidikan di SMK Mikael Surakarta diterapkan suatu istilah les penering dari kepanjangan sing teles ngopeni sing garing yang berarti orang yang berkelebihan membantu yang berkekurangan yaitu semacam subsidi silanguntuk membantu siswa yang kurang mampu untuk membiayai pendidikannya. Jadi tidak mengherankan biaya SPP untuk setiap siswa berbeda dan sekolah tidak akan menggratiskan biaya pendidikan. Selain les penering, biaya pendidikan juga akan dikurangi dari hasil produksi dari praktikum mesin. Dalam praktikum ini sebenarnya siswa memiliki upah per jam. Upah inilah yang akan mengurangi biaya pendidikan. Dalam praktek bengkel diterapkan award dan punishment, jika seorang siswa melakukan kesalahan seperti kerusakan alat dan hasil produksi maka mereka wajib lembur beberapa jam menurut harga kerusakan dibagi upah per jam. Ini merupakan suatu sistem berbagi yang diterapkan dalam peringanan biaya pendidikan. Contoh sistem yang salah yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar bukanlah sistem yang mendidik. Menurut pengakuan salah satu warga yang menerima bantuan itu dipakai untuk membeli rokok atau langsung dihabiskan. Jadi tidak ada tindak lanjut dari penerima BLT untuk melakukan usaha keluar dari kondisi pra sejahtera. BLT juga disinyalir menimbulkan ladang korupsi dan banyak yang salah sasaran.

Jadi cara berbagi dan peduli yang bijaksana adalah mengenal sipa dulu obyeknya dan berbagi dengan cara mendidik bagi yang diberi. Dengan mengetahui kebutuhan kita sudah banyak membantu bangkit dari ketertinggalan. Yang penting untuk diperhatikan adalah bantuan jangan sampai menimbulkan efek yang kurang baik, seperti ketergantungan dan menjadikan orang kurang produktif. Diusahakan bantuan tidaklah cuma-cuma dan perlu usaha dari penerima.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun