Jakarta kota metropolitan, bisnis, dan magnet untuk orang-orang di Indonesia. Â Tak bisa dipungkiri bahwa kota Jakarta masih menjadi daya tarik bagi masyarakat yang ingin mengadu nasib di kota ini. Dengan berbagai hiruk pikuk dan kesenangan yang ditawarkan kota Jakarta, datang salah satu masalah terbesar yang sampai saat ini masih belum mampu diselesaikan dengan baik, yaitu kemacetan.
Mungkin bagi beberapa orang menganggap kemacetan adalah suatu hal yang biasa. Jika dilihat dan dikupas lebih dalam, kemacetan ternyata memiliki dampak buruk, seperti kesehatan manusia terganggu akibat menghirup CO2 dari asap kendaraan, keberlangsungan hidup manusia bisa terganggu karena polusi udara akibat kendaraan bermotor, dan menimbulkan stres bagi beberapa orang. Bidang ekonomi juga ikut terpengaruhi, karena macet penggunaan bahan bakar minyak di tiap kendaraan jadi meningkat.Â
Jakarta dalam kurun waktu 15-20 tahun sudah timbul upaya dalam mengurangi kemacetan, dimulai dari Transjakarta, pembenahan kereta commuter line, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), dan berbagai upaya dengan melakukan pembangunan jalan layang, pelebaran jalan raya supaya volume kendaraan bisa terurai saat terjadi kemacetan. Pembangunan yang telah dilakukan selama ini ternyata belum maksimal dalam upaya pengurangan penggunaan kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik. Jumlah yang menggunakan transportasi publik meningkat, tetapi masih banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas ke tempat kerja, sekolah, wisata, dan sejenisnya.Â
Kompleksitas dari berbagai variabel kemacetan sulit untuk dipecahkan. Berbagai kampanye untuk beralih ke transportasi publik sering digaungkan di berbagai macam platform televisi, sosial media, di badan kendaraan publik. Kota Jakarta memiliki ketimpangan antara jumlah ruas jalan dan volume kendaraan, transportasi publik pada rush hours. Hal ini disebabkan mobilitas dengan jumlah besar yang terjadi di Jakarta pada saat  rush hours tidak diimbangi dengan fasilitas penunjang yang baik. Saya melihat pembangunan di Jakarta yang benar dan serius dikerjakan hanya berada di poros kota Jakarta, yaitu Jakarta Pusat. Sementara untuk bagian masuk dan keluarnya kota penunjang di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur belum bisa.Â
Kemudian bagaimana mengurai kemacetan di kota Jakarta? Menurut saya cara yang akan mampu mengurangi kemacetan di kota Jakarta adalah membangun transportasi berbasis rel seperti KRL, MRT, dan LRT dibarengi dengan dibangunnya akses transportasi. Akses secara fisik yang menghubungkan halte, stasiun, dan bandara, akses layanan transportasi publik seperti jadwal keberangkatan, Â kedatangan, dan pelayanan saat menaiki transportasi publik, yang terakhir akses transaksi dalam pembelian tiket, pembatalan, atau pengembalian tiket.Â
Mengapa pembangunan tranportasi publik berbasis rel perlu dilakukan dan daerah cakupannya harus diperluas? karena transportasi publik berbasis rel memiliki jumlah volume angkut penumpang yang sangat besar dibandingkan bus atau angkutan kota. Jika Jakarta ingin mengurangi kemacetan, mungkin solusi ini bisa dieksekusi. Perluasan ruas jalan, penambahan jumlah armada bus publik, saya rasa tidak efektif. Jumlah pengguna kendaraan pribadi lebih besar dibanding ruas jalan dan kapasitas angkut bus publik.Â
Pembangunan transportasi publik dan aksesnya mungkin akan mengorbankan dan merugikan beberapa pengguna jalan. Tetapi lihatlah untuk jangka panjang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H