[caption id="attachment_248839" align="alignleft" width="150" caption=""][/caption] Sebuah coretan diding penuh arti, terlukiskan tapi sulit diungkapkan.Garfiti adalah gambaran penolakan atas debat kebenaran yang tak berujung.Tak pernah terjebak dalam logika empirisme belaka tetapi lahir dari sebuah kenyakinan untuk tidak mewarisi jejak kemunafikan para penguasa. Di dalamnya terselubung anti satusquo, yang lahir dari pemikiran-pemikiran liar. Grafiti, tidak butuh "penerangan", hanya mau bersemi bersama mentari yang setia menemani. Goresan-goresan yang terlanjur diklaim sebagai perilaku berandalan. Tapi saya katakan mereka punya identitas, dengan komunitas yang mekar liar dimana-mana. Dengan langkah-langkah garang menorehkan kreatifitas di dingding kota metropolitan yang tak lagi ramah. Dia lahir bersama sejarah, yang tertuang dalam catatan peradaban bumi, dan bergerak secara vulgar tanpa batasan ruang dan waktu. Gambaran keunikan pemberi pesan, bahwa kehidupan dihiasi "pelangi", tanpa sekat-sekat.Juga hadir tanpa prasangka buruk, kritis terhadap praktek the winner takes it all.Kehadirnya banyak di tolak, tapi diminati kalangan yang suka bercerita dengan bahasa karnaval, meski tak melesat bagaikan busur panah tapi terpatri dalam kokohnya kreatifitas. Kadangkala seperti cenayang tuk menemukan si anak hilang di tengah represifnya negara pada zaman edan. Riuh bukan tanpa karakter, bersemi di sudut-sudut kota dan jadi penghias rumah-rumah si tuan takur. Grafiti, menjadi saksi diantara pekikan mereka yang getol dengan perubahan tapi gagal mempertahankan konsistensinya. Mengungkap banyak hal, termasuk menolak makian terhadap "germo anak ingusan", mempertanyakan tanggungjawab negara akan kegagalan menanamkan karakter. Dia juga lahir bukan untuk membunuh karakter yang menjadi jurus para elite. Grafiti bukan lahir dari tangan seorang Michaelangelo Buonarroti,Leonardo da Vinci,dan Rembrandt Harmenszoon van Rijn meski mereka kadang menjadi inspirasi. Dia lahir dari semprotan cat oleh tangan-tangan lihai yang juga bercerita "monalisa" tanpa tulisan. Salamku buat Kreator Jalanan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H