Mohon tunggu...
Leonardo Marbun
Leonardo Marbun Mohon Tunggu... lainnya -

Berjalan dengan memandang cakrawala nan luas, hidup harus dijalani, tak perduli jalanya bergelombang atau gimana.Langkah hidup tak boleh berhenti!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Pileg Bukan Pilpres

25 Maret 2014   21:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:29 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Publik disibukkan dengan wacana capres, padahal saat ini harusnya momentum untuk menilai para caleg . Benar,kalau ada korelasi antara pilihan capres dengan elektabilitas partai dengan calegnya. Hanya saja, yang terjadi justru energi pemikiran lebih dominan pada pilpres yang diadakan Juli nanti. Jika hanya tertuju pada sosok capres,  apalagi para caleg menumpang atas popularitas capres, maka kualitas  si caleg bisa alpa dari pencermatan.

Perlu dicermati bahwa tidak banyak caleg yang melakukan kerja-kerja riil, mendekatkan diri secara langsung dengan target pemilih. Apalagi dari survey menunjukkan bahwa 70% lebih caleg masih wajah-wajah lama (incumben), kita tahu bahwa kinerja mereka sudah banyak disorot. Bahkan ada yang sampai mewacanakan jangan pilih caleg incumben. Ini merupakan ekspresi ketidakpuasan atas kinerja legislatif di berbagai daerah mauapun di pusat.

Kemunculan beberapa sosok capres yang menimbulakn pro kontra, harusnya ditempatkan pada wilayah lain dari pertarungan politik, sehingga kemudian para caleg harus bisa meyakinkan pemilih apa yang menjadi program-program partainya ke depan. Sayangnya, cara-cara pengggalangan massa masih saja lewat serangkaian hiburan, bahkan goyangan yang menggiurkan nafsu. Bukan mendidik rakyat agar melek politik.

Untuk pileg yang berkualitas, sebaiknya dibuat pendidikan politik dengan mengajak warga masyarakat untuk memilih caleg yang tidak mau membeli suara, caleg yang punya jejak rekam yang baik, caleg yang punya kualitas. Jika ada caleg yang membayar suara, dengan memberikan uang hingga ratusan ribu rupiah per pemilih berarti si caleg tidak punya kepercayaan diri untuk menjadi pemimpin. Jika ada caleg akan menjanjikan membangun fasilitas , infrastruktur itu hanya umbar janji karena pembangunan infrastruktur sudah ada kerangka perencanaannya.

Oleh karenanya bagi segenap warga kompasiana mari tularkan agar jangan mau dibeli suaranya pada pemilihan legislatif yang akan diseleggarakan pada 9 April 2014. Sebarkan,  lewat media sosial, melalui sms, dan lain sebagainya . Kalau setiap orang mengirimkan sms atau pernyataan anti politik uang dengan asumsi bahwa akan ada sekitar 100 juta yang ikut memilih, diharapkan pemilih kita lebih berkualitas. Harus dicatat praktek politik uang telah merusak sendi demokrasi dan menyuburkan korupsi. Ini masih akan Pileg belum Pilpres.... mari cerdaskan pemilih!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun