[caption id="attachment_318681" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 1. Kompresi Dada"][/caption] Akhir-akhir ini cukup sering tayangan di televisi yang menggambarkan seorang awam, paramedis, dan dokter yang melakukan bantuan berupa penekanan dada dan nafas buatan pada pasien yang tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri karena henti jantung. Berdasarkan data statistik di Amerika Serikat, dari 300.ooo penderita yang meninggal karena penyakit jantung koroner, 250.000 di antaranya terjadi di luar rumah sakit. Sehingga pada kehidupan sehari-hari sangat penting jika kaum awam dan paramedik sebagai ujung tombak dalam memberikan bantuan hidup jantung dasar di luar rumah sakit. Bantuan hidup jantung dasar akan memberikan hasil yang paling baik jika dilakukan dalam waktu 5 menit pertama saat penderita diketahui tidak sadarkan diri. Tindakan bantuan hidup jantung dasar secara garis besar dikondisikan untuk keadaan di luar rumah sakit sebelum mendapatkan pertolongan lebih lanjut dan tindakan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan peralatan medis dan obat-obatan. Pelaksanaan bantuan hidup jantung dasar dimulai dari penilaian respons penderita, aktivasi layanan gawat darurat, dan dilakukan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-Airway-Breathing-Defibrillator). Penilaian Respons Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk-nepuk dan menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan sambil terus melakukan pemantauan tanda vital sampai bantuan datang. Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung. Langkah selanjutnya adalah aktivasi sistem layanan gawat darurat. Aktivasi Sistem Layanan Gawat Darurat Setelah penilaian respons, penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon sistem layanan gawat darurat (118). Saat terhubung dengan petugas layanan gawat darurat, jelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang diberikan kepada penderita. CABD Sebelum melakukan kompresi dada pada penderita, harus dipastikan dahulu bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi. Pemeriksaan dilakukan dengan perabaan denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik. Pemeriksaan arteri karotis dengan memegang leher penderita dan mencari trakea dengan 2 atau 3 jari lalu perabaan bergeser ke samping sampai menemukan batas trakea dengan otot samping leher. Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang bernafas tidak normal. Pelaksanaan penekanan dada menciptakan aliran darah melalui peningkatan tekanan dalam rongga dada dan penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat penekanan/kompresi dada:
- Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
- Lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah tulang tengah dada (sternum).
- Frekuensi minimal 100 kali per menit.
- Kedalaman minimal 5 cm.
- Penolong awam melakukan kompresi minimal 100 kali per menit tanpa interupsi. Penolong terlatih, setiap 30 kali kompresi memberikan 2 kali nafas bantuan.
- Siku penolong harus lurus dan lengan tegak lurus dengan tubuh pasien.
Penderita dewasa yang mengalami henti jantung mendadak umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung, sehingga kompresi secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk mencari sumbatan benda asing pada jalan nafas. Pada penderita tidak sadarkan diri, lidah dapat terjatuh ke belakang dan menyumbat jalan nafas. oleh karena itu dapat dilakukan head tilt chin lift maneuver (mendorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu) bila tidak dicurigai trauma tulang leher atau jaw thrust maneuver (mencengkram tulang rahang dan mengangkatnya ke depan). [caption id="attachment_318683" align="alignnone" width="300" caption="Gambar 2. Head Tilt Chin Lift"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H