Memperhatikan fenomena pemilihan presiden kali ini, saya berkesimpulan sekarang berbeda dengan semua yang sebelumnya, setidaknya selama saya bernafas. Sekarang ada hembusan angin harapan baru. Ini dibuktikan dengan keterpanggilan saya untuk berpartisipasi memberikan suara nanti. Memberi suara dalam pemilu tingkat apapun adalah sesuatu hal yang tidak pernah saya lakukan karena dulu selalu ada rasa hampa dan ketidakpercayaan akan adanya harapan yang baik.
Saya awam dan kepentingan saya di sini hanyalah Indonesia yang lebih baik. Untuk itu, saya berusaha membandingkan profil kedua pasang calon. Meski perbandingan rekam kepemimpinan sipil tidak apple to apple karena Prabowo tidak pernah duduk di struktur kepemimpinan sipil, namun di sini saya tidak juga memasukan rekam militernya karena proyeksi saat ini adalah pemimpin masyakat mayoritas sipil yang akan memberlakukan demokrasi ke dalam masyarakatnya. Terlepas dari itu, bukankah rekam karir militer dari satu-satunya calon saat ini lebih banyak kita dengar tidak sedap, bukan?
Butir-butir visi dan misi masing-masing calon adalah hal yang paling perlu kita perhatikan, meski tidak ada jaminan bahwa itu adalah kreasi masing-masing individu calon. Tim di belakang masing-masing pasangan apapun namanya itu, tim sukses, tim capres, atau apapun namanya itu tentu memainkan peranan besar dalam perumusannya.
Butir-butir visi dan misi untuk awam seperti saya selalu bagus untuk dibaca dan didengar. Kedua pasang memberikan butir-butir yang sangat bagus disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. Diperbandingkan dengan calon-calon presiden dan wakil presiden yang sebelum-sebelumnyapun, setiap butir selalu bagus, sama bagusnya, sama-sama dikatakan untuk rakyat dan semestinya bagus. Logikanya, kalau minta dibeli, tentu mengecapnya barangnya tokcer.
Cara lebih lanjut untuk membandingkannya adalah pemaparan butir-butir visi dan misi. Forum yang memungkin untuk adu paparan ini yaitu di debat capres cawapres. Nah, silahkan anda masing-masing menilai/menyimpulkan pasangan mana yang lebih bagus.
Menurut saya pribadi, setelah menontot seluruh debat yang dilangsungkan di TV, saya mencatat poin-poin ini:
1.Harapan baru tidak saya ragukan ada pada Jokowi-JK.
2.Pengalaman memimpin mereka berbuah pada pemahaman yang lebih baik dalam menginventarisir masalah yang ada, sekaligus untuk menegaskan butir-butir visi dan misi mereka, dan mencetuskan ide-ide penyelesaian yang lebih tepat ke arah permasalahan dan feasible untuk dieksekusi.
3.Contoh tertukarnya kalpataru dengan adipura untuk saya memberi gambaran tentang penghayatan dari apa yang dikerjakannya dari masing-masing, terlepas siapa yang tua atau yang lebih tua. Wong, saat itu saya sendiri juga harus melihat internet untuk membedakan keduanya.
Begitupula halnya tentang harga gas tangguh, bukankah seharusnya mustahil seorang yang mengaku pihak pelaku renegosiasi salah meng-klaim harga gas tangguh? Kecuali kalau yang direnegosiasi warna atau besar kecilnya huruf di dalam kontrak, masih pahamlah kalau si pihak pelaku renegosiasi salah.
4.Kematangan emosi yang ditampilkanpun menjadi perhatian saya. Jokowi-JK menunjukkan performa yang relatif stabil, dan bahkan mampu mengontrol pasangan lawan debatnya. Buat saya, kestabilan emosi ini penting dalam melihat masalah secara jernih, atau buram, pada saat mendengar pembisik-pembisiknya, pada saat menentukan keputusan yang akan diambil, dan lagi-lagi, pada saat mengeksekusi keputusannya.
5.Nanti kalau sudah memimpin, tentu mereka berada di tingkat tinggi. Di sana kepentingan tidak pro-rakyat-pun muncul dengan kemasan yang menarik dan aromanya wangi, tidak bau, atau tidak berbau. Tingkat emosional, pengalaman dan kejernihan visi harus menjadi filter untuk mencegah kepentingan yang tidak pro-rakyat meracuni keputusan maupun eksekusinya.
6.Selain performa debat yang memunculkan harapan baru yang baik, Jokowi-JK juga relatif lebih aman dari rente, menanggung beban yang lebih ringan untuk beban balas budi kepada koalisi yang sudah membantu mendongkrak perolehan suara. Jokowi-JK akan lebih leluasa dari beban “bayar suara” untuk menunjuk orang-orang yang berkualitas untuk membantunya memimpin.
7.Revolusi mental. Terlepas dari mental orang yang menuduh revolusi mental ini mirip komunis, sosialis, gerakan kiri, dan lain-lain, namun kita bisa merujuk pada apa yang ditulis langsung atas nama Joko Widodo sendiri di Kompas. Dikatakan di situ program revolusi mental adalah upaya untuk menindaklanjuti reformasi 1998 agar bisa menyentuh ke level yang lebih mendasar untuk hal paradigma, mindset, atau budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa, agar perubahan benar-benar bermakna dan berkesinambungan, dan sesuai dengan cita-cita Proklamasi Indonesia yang merdeka, adil, dan makmur. Saya tidak bisa menyamakan cita-cita komunis, sosialis ataupun gerakan kiri dengan cita-cita Proklamasi Indonesia. Hal yang mungkin selama ini tidak dirasakan adalah adanya sentuhan yang sangat mendasar yang bisa saya rasakan sebagaimana disinggung di revolusi mental, yang efeknya terbayang akan sangat dashyat apabila banyak orang bisa bergerak karenanya untuk menciptakan kemerdekaan, keadilan dan kemakmuran seutuh-utuhnya.
Inilah saya hari ini. Saya terkejut mencermati antusiasme saya sendiri, tapi ternyata sangat mudah untuk menemukan orang-orang yang memiliki antusiasme yang sama seperti yang saya rasakan. Yang dalam waktu dekat siap menyerahkan suara untuk membeli harapan. Ya, saya tidak mendapat jaminan, tapi saya senang dengan harapan baru yang ada ini. Mari mencoblos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H