Tottenham Hotspurs mengakhiri musim 2022/23 dengan catatan yang tidak menyenangkan. Sebagai salah satu dari klub Top 6, Tottenham Hotspurs gagal untuk masuk ke kompetisi Eropa musim 2023/24 pasca menyelesaikan liga di posisi 8 yang artinya tepat 1 peringkat di bawah zona UEFA Conference League.
Mimpi Trofi dan Musim yang Penuh Kekacauan
Tottenham Hotspurs adalah tim yang berasal dari kota London bagian Utara. Hal ini menjadikan Tottenham memiliki Arsenal sebagai rival satu daerah karena kedua tim ini berasal dari London Utara.Â
Secara prestasi, Tottenham kalah jauh dari sang tetangga di mana Tottenham hanya pernah menjuarai liga sebanyak 2 kali, FA Cup 8 kali, dan Piala Liga (sekarang dikenal dengan Carabao Cup) sebanyak 4 kali. Prestasi yang direngkuh Tottenham pun kebanyakan diraih pada abad ke-2o sedangkan pada abad ke-21 satu-satunya trofi yang dimiliki Tottenham adalah Piala Liga yang diraih pada musim 2007/08.
Sejak 2001, Tottenham diambil alih oleh pengusaha asal Inggris yaitu Joe Lewis dan Daniel Levy yang membawahi ENIC Sports plc. Dua pengusaha ini masih menjadi pemilik Tottenham hingga saat ini. Daniel Levy sendiri terjun langsung sebagai chairman klub dan sebagai negosiator yang menetapkan kebijakan transfer serta pembelian/penjualan pemain.Â
Daniel Levy terkenal sebagai chairman yang boleh dibilang cukup "pelit" untuk klub besar. Levy sendiri merupakan seseorang yang sangat alot dalam menjual pemain dan kikir saat harus membeli pemain. Bahkan pada tahun 2018, Tottenham menjadi klub Premier League pertama yang tidak melakukan transfer apapun pada bursa transfer musim panas.
Seperti yang disebutkan di awal, Tottenham adalah klub "besar" yang minim trofi. Trofi terakhir mereka adalah Piala Liga 2007/08 yang didapat saat mereka masih di bawah asuhan Harry Redknapp. Gelar liga terakhir pun didapat pada tahun 1961 yang artinya sudah lebih dari 60 tahun Tottenham tidak pernah merasakan juara liga.Â
Di Eropa, trofi terakhir yang didapatkan adalah UEFA Europa League yang direngkuh pada tahun 1984. Bagi penggemar Tottenham, dahaga trofi ini tentunya perlu diakhiri apalagi sebagai salah satu dari Top 6 Tottenham adalah satu-satunya klub yang belum pernah mendapat trofi dalam 10 musim terakhir.
Musim 2022/23 ini pun menambah panjang dahaga trofi Tottenham. Di Liga Inggris, Tottenham mengakhiri liga di posisi ke-8 dengan catatan 18 kemenangan, 6 seri, dan 14 kekalahan.Â
Tottenham pun hanya berjarak 1 angka dari Aston Villa yang sukses menembus posisi 7 dan meraih tiket menuju UEFA Conference League. Di Piala FA, mereka tersingkir di babak kelima setelah ditundukkan oleh tim dari EFL Championship, Sheffield United. Nasib lebih buruk menimpa Tottenham di ajang EFL Cup/Carabao Cup. Di ajang ini, Tottenham sudah tersingkir di pertandingan pertama mereka melawan Nottinham Forest.
Pilu ini masih jauh dari kata usai. Di kompetisi Eropa tepatnya UEFA Champions League, Tottenham memang mampu mengakhiri fase grup sebagai juara grup D. Namun, Tottenham harus tersingkir pasca ditundukkan AC Milan di babak 16 besar dengan agregat 1-0. Kekacauan Tottenham tidak sebatas pada keringnya kabinet trofi namun juga kekacauan di kursi kepelatihan.Â
Antonio Conte mundur dari posisinya sebagai pelatih Tottenham pada 26 Maret 2023. Pemecatan ini terjadi seiring dengan amukan Conte di konferensi pers pasca The Spurs ditahan imbang oleh Southampton 3-3. Amarah Conte yang menyasar para pemain dan manajemen yang disebut sebagai tidak memiliki ambisi pun akhirnya membuat kontrak Conte sebagai pelatih diakhiri.
Pengganti Conte saat itu adalah Cristian Stellini yang merupakan asisten dari Conte. Stellini hanya mendampingi Tottenham dalam 4 laga dan dipecat setelah kekalahan memalukan 6-1 dari Newcastle. Sebagai pengganti Stellini, Tottenham menunjuk mantan pemain mereka yaitu Ryan Mason sebagai pelatih sementara hingga akhir musim 2022/23.Â
Pelatih caretaker ini mendampingi Tottenham dalam 6 laga terakhir The Spurs di Premier League. Sayangnya, kombinasi Stellini dan Mason ini tidak mampu mempertahankan posisi Tottenham di zona Eropa dan harus puas menduduki posisi ke-8 di liga.
Harapan Baru Tottenham
Menjelang musim 2023/24, Tottenham menunjuk pelatih baru yaitu pelatih asal Australia keturunan Yunani, Ange Postecoglou. Penunjukkan ini menjadikan Ange sebagai pelatih asal Australia pertama yang melatih klub Premier League. Ange Postecoglou ini ditarik pasca performa impresif dan dominannya bersama Celtic di Liga Skotlandia.Â
Ange Postecoglou pun sepertinya memiliki kemiripan filosofi dengan Daniel Levy soal kebijakan transfer di mana dalam 2 musim melatih Celtic, Postecoglou lebih banyak merekrut pemain dengan harga murah dan kebanyakan pemain yang ditarik berasal dari Asia yang memang secara harga masih murah dan merupakan pemain pekerja keras.Â
Selama masa kepelatihan Postecoglou di Celtic hanya ada 4 pemain dari 22 pemain yang direkrut dengan biaya di atas 5 juta Euro. 4 pemain tersebut adalah penyerang Kyogo Furuhashi dari Vissel Kobe, bek Carl Stafelt dari Rubin Kazan, bek Cameron Carter-Vickers dari Tottenham, dan sayap Jota dari Benfica.
Daniel Levy pun disebut-sebut menggemari filosofi permainan Ange Postecoglou yang terkenal menyukai sepakbola terbuka dan menguasai bola. Celtic di bawah Postecoglou memiliki rata-rata penguasaan bola 67,3% (musim pertama) dan 69,5% (musim kedua).Â
Dalam analisa Coaches Voice, Ange Postecoglou memiliki preferensi untuk menggunakan taktik dengan 4 pemain belakang yaitu 4-2-3-1 atau 4-3-3. Dalam menyerang, Postecoglou menekankan pada pergerakan melebar yang melibatkan bek sayap.Â
Saat bek sayap maju, gelandang yang berperan sebagai pivot akan turun ke belakang untuk membantu pertahanan seandainya bola lepas dari penguasaan tim. Para sayap akan bermain melebar sehingga memungkinkan tim menguasai lapangan baik secara panjang maupun lebar. Taktik serangan ini sejatinya cukup mirip dengan yang diterapkan oleh Roberto De Zerbi.
Masih dari situs yang sama, pertahanan Postecoglou menekankan pada pressing tinggi dan berbasis pada posisi. Seperti saat di Celtic, penyerang Kyogo Furuhashi akan menjadi pemain yang menekan pemain bertahan lawan saat Celtic tidak menguasai bola. Saat bola sudah melewati area Furuhashi maka para gelandang dan bek sayap terdekat akan ikut menekan lawan untuk dapat merebut bola sesegera mungkin. Strategi ini membuat para pemain sayap di bawah Postecoglou harus memiliki kecepatan mumpuni agar mampu mengejar lawan.
Ange Postecoglou memang sosok pelatih dengan filosofi sepakbola yang luar biasa. Ia pun cukup berprestasi di tim-tim yang pernah dilatih olehnya. Brisbane Roar meraih rekor sebagai tim dengan catatan tidak terkalahkan paling panjang di Australia yaitu 36 pertandingan.Â
Yokohama F. Marinos meraih gelar J1 League perdananya setelah 15 tahun tidak mampu menjuara liga. Timnas Australia dibawanya menjuarai AFC Asian Cup pada 2015. Celtic dibawa Postecoglou tampil sangat dominan di liga bahkan pada musim 2022/23 ini Celtic hanya menelan 1 kekalahan di liga.
Problem utama yang mestinya dipecahkan Tottenham saat ini adalah persoalan transfer. Daniel Levy masih mempertahankan gayanya sebagai negosiator pelit dalam bursa pemain. Hal ini sudah tampak dalam negosiasi Tottenham yang ingin merekrut kiper Brentford, David Raya.Â
Nilai 40 juta Euro yang diminta Brentford dinilai terlalu mahal oleh Levy dan ia ingin menurunkan harga. Kemudian tingkah antik Levy pun berlanjut dengan menawar James Maddison dan Harvey Barnes dari Leicester hanya dengan mahar 35 juta Euro. Angka yang sangat kecil mengingat kedua pemain ini masih dalam usia yang cukup muda dan mereka merupakan pemain penting Leicester.
Jika Tottenham ingin menjadi penantang serius untuk trofi Premier League, Tottenham mesti lebih berani jor-joran dalam pembelian pemain. Tidak perlu pemain dengan harga yang setinggi langit, melainkan pemain yang efektif dan mampu untuk mengisi kekosongan posisi yang ada di Tottenham.Â
Apalagi saat ini, lini belakang Tottenham sangat buruk dan memerlukan perbaikan besar-besaran. Strategi perekrutan pemain dari benua-benua yang jarang dijangkau seperti Asia dan Afrika (kompetisi Afrika) bisa menjadi solusi untuk mendapatkan pemain berkualitas dengan harga murah.
Selain itu, strategi untuk merekrut pemain dari Eropa Timur pun bisa menjadi jalan keluar lain mengingat pemain dari area tersebut biasanya memiliki kualitas cukup bagus namun jarang terekspos oleh media sehingga harga yang dipatok pun tidak akan semahal pemain dari tim dari zona Amerika ataupun Eropa Barat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H