Mohon tunggu...
Leo Kusima
Leo Kusima Mohon Tunggu... profesional -

Tidak lulus SMA karena sekolah disegel rejim suharto. berkecimpung di bidang transportasi (sistim transportasi) Jembatan/Jalan Layang khusus untuk motor dan sepeda

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengatur Makro Ekonomi bagaikan Nyetir Mobil Gigi Manual

28 Agustus 2014   15:24 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengatur makro ekonomi, belum tentu cocok dengan pikiran dan kemauan rakyat kecil, rakyat kecil mengharapkan hidup makin lama makin menyenangkan, sekolah gratis sampai 12 tahun, jika ada gejolak temporary yang menyusahkan, yang disebabkan ketidak menentunya keadaan perekonomi international (bukan terjadi karena korupsinya pemerintahan dan presiden seperti jaman koruptor suharto), bisa mempengaruhi sampai penggantian pemerintahan atau presiden.

Mengatur makro ekonomi bagaikan mambawa mobil manual dari Jakarta ke Bandung tidak  melalui jalan Tol, melainkan melalui Puncak Pass, Padalarang.  Ketika kita jalan melalui jalan Raya Bogor, karena datar, kita bisa jalan seperti biasa dengan gigi 4, paling paling di jalan yang agak rusak, kita masih bisa memakai gigi 3, dengan mengurang kecepatan dari 80 KM/jam menjadi 60 KM/jam.  Pada prinsipnya mesin tidak merasa beban berat.  Rakyat merasa hidup mulai enak, berduyun duyun beli mobil lamborgini (contoh lulung), ferari, beli tas lv (contoh atut).

Ketika terjadi gejolak international, misalnya terjadi perang, mengakibatkan harga minyak melambung, atau terjadi bencana alam, sehingga produk pangan menurun.  Ditambah borosnya pedagang besar kita, koruptor yang membelanja devisa kita hanya sekedar membeli lusinan lamborgini, baju lv, tas lv, rumah mewah, ketika tiba di Ciawi, mulai tanjakan dan berkelok kelok, gigi 4 tidak sanggup tanjak, gigi 3 juga tidak kuat tanjak, harus ganti gigi ke gigi 2 bahkan gigi 1, bearti mesin kerja super berat, dalam ekonomi ya terjadi krisis ekonomi, maka semua orang disuruh pererat tali pinggang.  Hidup menjadi susah.

Untuk negara sosialis, karena pimpinan mereka (waktu tahun 50-60an) adalah dari kalangan miskin, berhidup susah sudah menajdi kebiasaan, maka mereka bisa hidup sederhana, contohnya Mao Ze Dong dan Zhou En Lai, dalam keadaan bencana alam, Mao bahkan beberapa tahun tidak makan daging, karena makan dijatah, sehingga muka Mao agak bengkak.  Bermujur Jokowi adalah presiden yang dilahirkan dibantarann sungai Bengawan Solo, sudah biasa hidup susah dan digusur oleh satpol PP, semasa menjabat walikota Solo, dia melarang bertindak kasar kepada PKL Solo, (baca : Jokowi Blusukan ).  Jika presiden bisa hidup sederhana dan hemat, akan memudahkan mengontrol kebawah juga menuruti, juga lebih mudah memimpin rakyat melewati BADAI EKONOMI.

Menghadapi periode hidup susah, setiap suku atau bangsa mempunyai karakteristik yang berbeda (maaf, tidak mengandung penghinaan terhadap mereka yang disebut dibawah), negara Eropa Selatan (PIGS, Portugal, Italy, Greeks dan Spanyol) termasuk suku bangsa di dunia yang beraliran Spanyol dan Portugis, Melayu (termasuk Indonesia), Philipines paling tidak siap menghadapi krisis, khususnya middle kelasnya.  Keinginan mereka adalah menyelesaikan kesukaran dengan meminjam duit, sehingga mutu hidup tidak menurun, bukannya mengikat pinggang (pindah gigi ke gigi 2 atau gigi 1), rajin bekerja, mengurangi konsumsi barang mewah impor, tidak naik first class atau business class dari airline uar negeri, tidak tinggal di hotel berbintang 4 dan 5 bagi PNS yang tugas keluar negeri, membatasi jumlah orang naik haji setahun tidak melebihi 10,000 orang (diundi).  Terus terang, suku dari Jerman, Inggris, Belanda, Tionghoa, Jepang, Korea lebih siap menghadapi gejolak.  Coba kalau semua menteri kabinet Jokowi dan DPR, DPRD hanya memakai mobil dibawah 200 juta, mereka menjadi teladan berhemat demi negara, walaupun Jokowi naikkan harga BBM, RAKYAT TIDAK AKAN BERGEJOLAK.  SEMUANYA SAMA SAMA MERASAKAN IKAT PINGGANG.

Meminjam uang untuk melewati krisis, mempunyai effek samping yang sangat jelek,  MINJAM UANG HANYA BOLEH UNTUK MEMBANGUN INFRASTRUKTUR BUKAN UNTUK MENYAMBUNG HIDUP BERMEWAH-MEWAH !

Rakyat Indonesia, bersiap-siaplah dibawah pimpinan Jokowi, kita ikat pinggang 4-5 tahun untuk memperbaiki kondisi fundamental ekonomi kita, kondisi penguasaan teknologi, kondisi pendidikan kita yang tidak mengutamakan mengajar agama, Indonesia baru bisa merubah menjadi suatu negara yang maju ekonomi, maju tehnologi dan maju dalam moral.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun