Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Menggugat Kekonyolan Denda Kantong Plastik

22 Februari 2016   11:44 Diperbarui: 22 Februari 2016   11:58 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(By. Dasa Novi Gultom)

Memang sepantasnya kita mendukung segala usaha untuk melindungi keberlangsungan lingkungan hidup, menjaga agar tak tercemar yang kemudian rusak, dan akhirnya merugikan umat manusia.

Namun dalam memutuskan satu kebijakan terkait lingkungan hidup, seharusnya pemerintah cerdas dan bijak, bukannya hanya mengikuti trend topik semata. Akhirnya terbitlah aturan yang jelas konyol bin menggelikan.

Kementrian Lingkungan Hidup membuat aturan bahwa konsumen akan didenda Rp 200 - Rp 500 setiap penggunaan satu kantong plastik, karena plastik dianggap bahan utama yang mencemari lingkungan hidup. Nyengir sendiri memikirkan aturan ini.

Sebaiknya kita gunakan logika sederhana, seandainya pabrikan/ produsen kantong plastik mencetak 1 juta ton kantong plastik tahun ini, maka digunakan atau tidak, hasil produksi tersebut sudah menjadi beban limbah untuk lingkungan.

Jadi jelas, karena sumber masalahnya si kantong plastik sudah terbentuk, telah berwujud, menjadi suatu bentuk yang konkrit. Bukan karena penggunaan oleh konsumen, namun karena secara riil, jumlah limbah tersebut sudah diproduksi.

Menjadi sumir kemudian konsumen menjadi pihak yang salah, dianggap melakukan pelanggaran, kemudian dikenakan denda. Besaran denda sendiri mungkin tak seberapa, namun esensi bahwa negara menyalahkan konsumen bukannya produsen dalam masalah limbah kantong plastik.

Posisi konsumen adalah pihak yang memilih, sementara pabrikan dan tempat perbelanjaan adalah pihak yang menyediakan pilihan. Negara sendiri tidak keberatan pada pihak yang memberikan pilihan yang salah kepada konsumen.

Kontradiktif memang, pembuatan kantong plastik adalah legal, dikenakan pajak, perusahaannya dilindungi undang-undang, namun ketika hasil produksi tersebut digunakan oleh konsumen sesuai peruntukan, kemudian menjadi 'ilegal', bentuk dari pelanggaran. Konsep yang aneh.

Aturan denda Rp 500 bagi penggunaan kantong plastik oleh konsumen, merupakan wujud pembebanan kesalahan oleh negara kepada warga negara/ konsumen. Padahal sangat jelas faktor utama atau pihak yang paling bertanggungjawab adalah pabrikan/ produsen kantong plastik serta tempat perbelanjaan yang memberikan pilihan kantong plastik.

Mungkin pantas kita menggunakan analogi lain, yakni rokok. Produksi rokok tidak ilegal, menjualnya tidak ilegal, mengkonsumsi rokok juga tidak ilegal. Namun dalam kondisi tertentu dapat menjadi tindakan pelanggaran, seperti menjual rokok tanpa pita pajak, penjualan pada anak bawah umur, ataupun pelanggaran karena merokok ditempat umum yang ditetapkan sebagai areal bebas rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun