Saat ICIJ, International Consortium of Investigative Journalists, mengeluarkan data perusahaan offshore, Panama Papers, hanya butuh sehari setelah data dirilis saya sudah membangun konstruksi skeptis.
Karena ICIJ melepas informasi secara cicilan dan menarget negara tertentu secara bergelombang. ICIJ menggunakan prinsip keterbukaan informasi, namun menyembunyikan 90 persen informasi, absurd dan hipokrit.
Serupa dengan Wikileaks yang beri dukungan pada ICIJ, awalnya saya juga begitu mengapresiasi ICIJ. Namun tak butuh lama bagi Wikileaks mengendus dan membongkar keterlibatan George Soros melalui berbagai yayasannya men-support operasi ICIJ.
Saat saya menulis pimpinan ICIJ, Gerard Ryle laksana nabi yang menurunkan kitab wahyu Panama Papers, yang bisa memilih informasi yang dibuka atau disembunyikan, banyak yang kontra.
Wikileaks dengan segala sumber dayanya telah memperlihatkan fakta dan motif lain ICIJ, yang hanya menjadi sarana multi dimensi pertempuran kebijakan finansial, serta merusak tatanan negara sesuai wahyu Gerard Ryle.
Beberapa negara terbukti bergejolak, namun yang terelakkan error ICIJ adalah informasi yang keliru tentang India.
Banyak negara mulai waspada manuver kelompok jurnalis investigasi ini, bagaimana tidak, porsi informasi tentang negara adidaya USA sangatlah minim, hanya kelas ikan teri dipotong tiga. Apalagi target utama ICIJ menyasar Rusia, juga telah gagal menjatuhkan pamor Putin.
Syukurlah wikileaks membongkar motif dan rekam jejak ICIJ yang terkait Soros.
Hal menarik dari nostalgila Panama Papers adalah auto correct, skeptis tak hanya pada objek jurnalistik  namun juga pada skema jurnalisme itu sendiri.
Apapun itu, jika terkait informasi dari sumber asing, kita wajib melihat kepentingan strategis nasional. Idealis bukan bearti menjadi bagian dari propaganda asing, disengaja maupun tidak.
salam naif...