Mohon tunggu...
Leo Dimas
Leo Dimas Mohon Tunggu... -

Penulis amatir lepas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

The Immortals

29 Juni 2011   16:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:04 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukanlah sebuah kritik, namun hanya opini pribadi atas sebuah novel serial karya novelis dan ahli mitologi Irlandia, Michael Scott, yakni serial "The Secrets of The Immortal Nicholas Flamel".

Buku itu mengandung cerita tentang sepasang anak kembar yang memiliki aura khusus yang diperlukan oleh para Immortal (orang - orang yang tidak bisa mati karena usia),  untuk menyelamatkan dunia dalam waktu dekat. Para Immortal yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini adalah pasangan Flamel yang abadi, Nicholas dan Perenelle Flamel, yang terkenal karena ilmu alkeminya (ilmu kimia sihir).

Namun pasangan Flamel bukanlah satu - satunya immortal, namun masih banyak lagi immortal yang berasal dari manusia biasa yang terkenal, seperti William Shakespeare, Niccolo Machiavelli, Billy the Kid, Joan de Arc, Le comte de Saint-Germain, dan lain - lain. Beberapa dari mereka, seperti Machiavelli dan Billy the Kid, mendapatkan keabadian dari majikannya yang disebut dengan "Ras Tetua", atau yang lebih kita kenal dengan sebutan "para dewa - dewi". Sebagai contoh untuk "para dewa - dewi" ini adalah Hekate, Odin, Chronos, Prometheus, dan masih banyak lagi dewa - dewi zaman dahulu yang dulunya berkumpul di sebuah benua bernama "Danu Talis", yang lebih kita kenal sebagai "Atlantis : Benua yang Hilang".

Mungkin ini tidak disengaja, tetapi menjadi sebuah pertanyaan : apabila orang - orang hebat dapat menjadi abadi dengan "anugerah" dari para tetua, mengapa para nabi dan orang suci keagamaan tidak abadi? Ini memang pertanyaan sepele karena toh ini hanya cerita, dan mungkin sedikit menyimpang dari kepercayaan orang Indonesia beragama yang seharusnya, tetapi bagiku merupakan pertanyaan besar. Mengapa orang - orang yang menjadi besar atas karya - karya duniawinya menjadi abadi, namun orang - orang yang menjadi besar atas karya - karya surgawi tidak? Beberapa memang masuk, seperti Joan de Arc, tetapi mana yang lain? Tanpa mengurangi rasa hormat, bagaimana dengan Nabi Muhammad SAW? Bagaimana dengan Sang Buddha dan lain - lain?

Demikianlah pertanyaanku itu menjadi sebuah opini, tetapi ini bukan kritik, karena ini hanyalahpertanyaan sepele yang didasarkan pada sebuah cerita fiktif, toh bukunya sangat menarik untuk dibaca. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun