Mohon tunggu...
LEO TOBING
LEO TOBING Mohon Tunggu... -

Sarjana Hukum dari UNIKA ATMA JAYA Jakarta, berprofesi Advokat dan memiliki lisensi dari PERADI. Saat ini dipercaya untuk mengemban tugas di Departemen HUMAS & Publikasi Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI).

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hubungan Gereja Katolik dengan Agama-agama Nonkristiani

6 Februari 2012   00:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:01 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13284883801414859782

Dokumen Konsili Vatikan Ke-II

PAULUS USKUP HAMBA PARA HAMBA ALLAH BERSAMA BAPA-BAPA KONSILI SUCI DEMI KENANGAN ABADI

PERNYATAAN TENTANG HUBUNGAN GEREJA KATOLIK DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTIANI

1. Pendahuluan Pada zaman kita, bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara berbagai bangsa lebih berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan Kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, Gereja disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang. Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi (Kis. 17:26). Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraanNya meliputi semua orang , sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota Suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; disana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya (Why 21:23 dsl.). Dari pelbagai agama, manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, bagitu pula sekarang, menyentuh hati manusia secara mendalam: Apakah manusia itu? Manakah makna dan tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? akhirnya apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita? 2. Berbagai Agama Bukan Kristiani Sudah sejak dahulu kala, hingga sekarang ini, diantara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama-agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam Hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah, serta dengan usaha-usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan kita, entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa (meditasi), atau melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas - mencapai pencerahan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain yang terdapat di seluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci. GEREJA KATOLIK tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus, Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran, yang memang dalam banyak hal berbedadari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang, toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni "Jalan Kebenaran dan Hidup" (Yoh. 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (2Kor 5:18-19). 3. Agama Islam Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satu-nya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham (Ibrahim) - iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya - telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormatinya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria (Mariyam), BundaNya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari Pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah tertutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa. Memang benar, di sepanjang jaman cukup sering telah timbul pertikaian dan permusuhan di antara umat Kristiani dan umat Muslimin. Konsili Suci ini mendorong mereka semua pihak, supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. 4. Agama Yahudi Sementara menyelami misteri Gereja, Konsili Suci ini mengenangkan ikatan rohani antara Umat Perjanjian Baru dan Keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa - menurut rencana ilahi penyelamanatan yang bersifat rahasia - awal mula iman serta pemilihanaanya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja mengakui bahwa semua orang beriman Kristiani adalah putera-puteri Abraham dalam iman (Gal. 3:7), terangkum dalam panggilan "Bapa Bangsa" itu, dan bahwa keselamatan Gereja dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah perbudakan. Oleh karena itu, Gereja tidak dapat melupakan, bahwa Ia telah menerima Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihanNya yang tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabang-cabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu (Rom. 11:17-24). Sebab Gereja mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya di dalam diriNya (Ef. 2:14-16). Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata Rasul Paulus tentang sesama sukunya: "mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan Hukum Taurat, dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang menurunkan Kristus menurut daging" (Rom. 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada dunia. Menurut Kitab Suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya (Luk. 19:44), dan sebahagian besar orang-orang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang penyebarannya (Rom. 11:28). Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilanNya. Bersama dengan para Nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan "mengabdiNya bahu membahu" (Zef 3:9). Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwaris bersama oleh umat Kristiani dan bangsa Yahudi, Konsili Suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling pengertian dan saling menghargai diantara keduanya, dan itu terwujudkan terutama melalui studi Kitab Suci dan teologi serta dialog persaudaraan. Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesakkan kematian Kristus (Yoh. 19:6), namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan kepada semua orang Yahudiyang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu Umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudijangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci. Maka hendaknya semua berusaha, supaya dalam berkatekese (pendidikan agama katolik) dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apapun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat cinta kasih Kristus. Selain itu Gereja, yang mengecam segala penaganiayaan terhadap siapa pun juga, mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja sangat menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa anti-semitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan-pun dan oleh siapapun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi-motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil. Kecuali itu Kristus, seperti selalu, telah dan tetap masih diyakini oleh Gereja, demi dosa-dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafatNya dengan sukarela, karena cinta kasihNya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah terhadap semua orangdan sebagai sumber segala rahmat. 5. Persaudaraan Semesta Tanpa Diskriminasi Kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang bila kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya, begitu erat, sehingga Alkitab berkata" "Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah" (1Yoh 4:8). Jadi, tiadalah dasar bagi setiap teori dan praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusiaserta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat Kristus. Oleh karena itu, Konsili Suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman Kristiani, supaya bila ini mungkin, "memelihara cara hidup tang baik, diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi (1Ptr 2:12) dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang, sehingga mereka dengan sungguh-sungguhmenjadi putera Bapa di sorga. Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam Pernyataan ini telah berkenan kepada para Bapa Konsili Suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan Kristus kepada Kami, bersama dengan para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta mengundangkannya dalam Roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah. Roma, Basilica Santo Petrus, tanggal 28 Oktober 1965. Saya PAULUS, Uskup Gereja Katolik (Ditandatangani oleh para Bapa Konsili) Dikutip dari: Dokumen Konsili Vatikan Ke-2 (1962-1965)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun