Mohon tunggu...
lenynuraini
lenynuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sebelas Maret

Halo aku Leny, hobi ku berenang, memasak

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Perbedaan Budaya Menimbulkan Miskomunikasi Pragmatik

18 Desember 2024   13:12 Diperbarui: 18 Desember 2024   13:12 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan Budaya Menimbulkan Miskomunikasi Pragmatik

Perbedaan budaya adalah salah satu faktor utama yang dapat menimbulkan miskomunikasi pragmatik dalam komunikasi antarindividu. Pragmatik, yang berfokus pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial dan pengaruhnya terhadap makna, sangat dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Ketika individu dari budaya yang berbeda berinteraksi, perbedaan cara berpikir, nilai, dan kebiasaan komunikasi mereka dapat menyebabkan salah paham, meskipun secara linguistik komunikasi tersebut tampak jelas.

Salah satu contoh nyata perbedaan budaya yang dapat menimbulkan miskomunikasi pragmatik adalah dalam cara penggunaan bahasa yang sopan. Di banyak budaya Asia, seperti Jepang atau Korea, penggunaan bahasa yang sopan dan formal sangat ditekankan, terutama ketika berbicara dengan orang yang lebih tua atau dalam situasi formal. Namun, di budaya Barat seperti Amerika atau Eropa, komunikasi cenderung lebih langsung dan terbuka, tanpa terlalu banyak perbedaan tingkatan bahasa. Jika seseorang yang berasal dari budaya Barat berbicara dengan orang dari budaya Asia yang lebih formal, ia mungkin merasa bahwa percakapan tersebut terlalu kaku atau tidak natural, sementara orang dari budaya Asia tersebut bisa merasa bahwa lawan bicaranya tidak menunjukkan rasa hormat yang cukup.

Selain itu, dalam beberapa budaya, cara berbicara yang langsung atau blak-blakan bisa dianggap kasar atau tidak sopan. Sebaliknya, dalam budaya yang lebih terbuka atau egaliter, berbicara secara langsung dianggap sebagai tanda kejujuran dan keterbukaan. Seorang individu yang berasal dari budaya yang mengutamakan komunikasi tidak langsung, seperti di banyak negara di Asia, mungkin akan merasa tersinggung atau tidak nyaman jika mendengar pernyataan yang terlalu langsung atau terbuka. Sebaliknya, orang yang terbiasa dengan gaya komunikasi yang lebih langsung bisa merasa bahwa orang dari budaya yang lebih tidak langsung terlalu bertele-tele atau tidak jelas dalam menyampaikan maksud mereka.

Perbedaan juga bisa terjadi dalam penggunaan humor. Beberapa budaya menganggap humor sebagai cara yang efektif untuk meredakan ketegangan atau menunjukkan kedekatan, namun dalam budaya lain, humor bisa dianggap tidak sopan atau bahkan mengganggu. Misalnya, di beberapa negara Eropa atau Amerika, humor yang lebih tajam atau sarkastik sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, sementara di banyak negara Asia, humor yang berlebihan atau sarkasme dianggap tidak pantas, terutama dalam situasi formal. Ketika dua orang dengan budaya yang berbeda ini saling berbicara, mereka bisa mengalami kesalahpahaman terkait maksud di balik humor yang digunakan, dan ini bisa menimbulkan ketegangan.

Selain itu, perbedaan dalam cara mengekspresikan emosi juga dapat menciptakan miskomunikasi pragmatik. Beberapa budaya lebih terbuka dalam mengekspresikan emosi, seperti di Amerika atau beberapa negara Eropa, di mana ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan pengungkapan perasaan secara verbal sangat dihargai. Di sisi lain, banyak budaya Asia mengutamakan pengendalian diri dan kesopanan, sehingga mengekspresikan emosi secara terbuka bisa dianggap tidak sopan atau kurang beretika. Ini bisa menyebabkan seseorang merasa bingung atau tidak nyaman, karena perilaku mereka yang dianggap wajar dalam satu budaya bisa dianggap berlebihan atau bahkan kasar di budaya lain.

Miskomunikasi pragmatik ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya soal kata-kata, tetapi juga tentang konteks sosial yang mengiringinya. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk memiliki kesadaran budaya yang tinggi dalam berkomunikasi dengan orang dari latar belakang yang berbeda. Memahami bahwa cara berbicara, nilai-nilai, dan norma sosial yang berlaku bisa sangat bervariasi di setiap budaya akan membantu mencegah kesalahpahaman yang bisa merusak hubungan pribadi atau profesional.

Kesimpulannya, perbedaan budaya dapat menyebabkan miskomunikasi pragmatik yang signifikan dalam komunikasi antarindividu. Perbedaan dalam penggunaan bahasa, cara berinteraksi, dan pengungkapan emosi sering kali menghasilkan interpretasi yang salah atas maksud dan tujuan pembicara. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan komunikasi antarbudaya, seperti empati, fleksibilitas, dan keinginan untuk memahami perbedaan, agar interaksi dapat berlangsung dengan lebih efektif dan harmonis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun