Mohon tunggu...
Lenny Wen
Lenny Wen Mohon Tunggu... -

Seorang ilustrator lepas sekaligus pecinta literatur yang sedang mencoba menulis beberapa buah pikirannya meski masih jauh dari kesempurnaan :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Disebut Negara Merdeka, Jika...

29 Juni 2014   19:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:16 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekarang ini pemberitaan media lokal selalu berkisar pada jelang pemilu 2014. Saya bukan seorang ahli politik, ekonomi, hukum, atau ahli-ahli lainnya. Bisa dikatakan saya hanya seorang minoritas dari segala minoritas di negara ini. Jika diibaratkan suara, maka saya ini hanyalah bunyi igauan kecil di tengah kebisingan dan gegap gempita. Saat ini orang-orang tengah sibuk menyuarakan dukungannya bagi masing-masing calon pemimpin bangsa ini, memperdebatkan segala persepsi dan argumen mereka, memperjuangkan mati-matian pilihan mereka itu. Namun saya di sisi lain—sekali lagi sebagai seorang minoritas dari segala minoritas—alih-alih menyerang atau membela salah seorang calon pemimpin tersebut, saya hanya ingin mempertanyakan, bagaimana negara ini disebut negara merdeka jika:


  • Seorang perempuan diperkosa massal dan masih harus menjalani hukuman,bukannya mendapat keadilan hukum, dengan alasan yang sungguh tidak masuk akal? (baca: contoh kasus)

  • Seorang perempuan masih kerap menjadi korban pelecehan di angkutan umum namun malah diperlakukan sebagai sumber kejahatan dan tidak mendapat perlindungan hukum? (baca: contoh kasus1, contoh kasus2)

  • Seorang perempuan masih diperdagangkan selayaknya komoditi bahkan oleh orang yang harusnya melindungi mereka? (baca: contoh kasus)

Itu hanya sedikit dari sekian banyak hal yang menurut saya sangat tidak manusiawi yang terjadi di negara yang katanya sudah merdeka ini. Saya tidak mengharapkan janji-janji muluk dari para calon pemimpin, karena bagaimana saya mengharapkan sesuatu yang besar, di saat saya dan perempuan lainnya harus merasa terancam setiap menaiki angkutan umum, saat kami pulang seorang diri di malam hari, saat mengenakan pakaian yang mungkin bagi pihak tertentu dianggap minim, atau dengan kata lain kami harus merasa terancam hanya karena kami kebetulan terlahir sebagai seorang perempuan? Kaum yang katanya ‘memiliki’ surga di telapak kakinya namun tak jarang masih diperlakukan tak lebih dari ‘sampah’?

Bagaimana saya mengharapkan harkat dan martabat bangsa ini terjaga saat sebagian besar berita di media massa adalah berita kriminalitas berupa pelecehan terhadap perempuan dan anak-anak?

Bagaimana negara ini dapat memerangi penjajah berupa bangsa lain dan menyatakan dirinya negara merdeka, saat para calon ibu yang rahimnya akan terisi generasi penerus bangsa masih dijajah sistem patriarki negara ini? Bukankah ini sungguh ironis?

Siapapun calon pemimpin ini, saya hanya berharap ia adalah orang yang dapat memberikan kemerdekaan sejati bagi setiap warga Negara, apapun gendernya. Mampu memberikan keadilan hukum dan menjamin hak-hak yang seharusnya didapatkan setiap warga negaranya serta menghapuskan kesenjangan yang terjadi. (baca: berita)

Sekali lagi, ini hanyalah pertanyaan, persepsi dan harapan dari seorang minoritas dari segala minoritas yang mungkin buta akan hukum, politik, pendidikan dan lain-lain, namun tidak akan pernah buta dari kemanusiaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun