Seorang kawan yang ngomong. Ternyata benar, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) memang sifatnya sosial. Tapi bukan bukan berati dikelola asal-asalan. Terserah pengelolanya, terserah mau dibuka atau tidak. Apalagi anak-anak yang membaca sedikit, akhirnya jadi alasan untuk "membenarkan" pikiran dan tindakan pengelolanya. Sekali lagi, memang taman bacaan itu sosial tapi bukan berarti dikelola asal-asalan.
Itulah kenapa, Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidak boleh didirikan atas dasar idealisme pengelolanya. Apalagi hanya untuk meraih popularitas atau jadi "jalan" untuk ke sana ke sini atas nama lembaga TBM. Akhirnya, sibuk urusan organisasi tapi TBM-nya sendiri tidak diurus. TBM-nya ditinggal dan makin tidak jelas aktivitas seperti apa dan mau dibawa ke mana? Jadi, sebenarnya TBM itu apa? Jalan untuk pengelola untuk meraih "karier sosial" atau memberi manfaat kepada orang banyak? Sungguh, pemikiran yang patut direnungkan!
Survei tata kelola taman bacaan TBM Lentera Pustaka (2022) yang diikuti 172 responden dari 97 kabupaten/kota di 27 provinsi menyebut "90% TBM pencapaian tujuan keberadaannya tergolong rendah". Sayangnya, survei tersebut tidak menjelaskan apa sebab rendahnya pencapaian tujuan? Tapi bila dianalisis, bisa jadi, sebabnya karena 1) tidak tersedianya dana yang cukup untuk aktivitas TBM-nya, 2) tidak fokus untuk mengurus TVM, 3) tidak adanya sumber daya yang cukup untuk menjalankan TBM, atau 4) TBM hanya sebatas "nice to have". Â Maka akhirnya, 90% TBM tingkat pencapaian tujuannya rendah.
TBM memang bersifat sosial. Tapi bukan berarti dikelola dengan asal-asalan. Karena itu, aksi nyata atau tindakan dalam pengelolaan TBM menjadi sangat penting. Tata kelola TBM sangat membutuhkan komitmen dan konsistensi dalam berkegiatan. Untuk itu, TBM wajib diurus dan tidak boleh kehilangan fokus sebagai sarana meningkatkan kegemaran membaca masyarakat. Jadi tempat bergeraknnya literasi di kampung-kampung, di daerah-daerah bukan hanya di seminar di dalam hotel. Karena sejatinya, TBM memang harus di-eksekusi bukan sekadar narasi dan diskusi.
Contoh kasus di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Selain beroperasi selama 6 hari dalam seminggu (kecuali Senin), kini sudah melayani 592 orang per Minggu atau sama dengan 2.368 orang per bulan. Bila disetahunkan, maka ada 28.416 orang yang terlayani di TBM Lentera Pustaka. Itu berarti keberadaan TBM sangat bermanfaat untuk masyarakat, di samping eksistensi TBM dalam memainkan peran dan tanggung jawab sosial tergolong efektif. Data tersebut tidak termasuk event-event CSR atau bakti sosial yang rata-rata ada 2-3 event per bulan di TBM Lentera Pustaka. Didukung oleh 6 wali baca dan 12 relawan aktif, TBM Lentera Pustaka menjalankan 15 program literasi (diantaranya TABA, KEPRA, GEBERBURA, MOBAKE, YABI, JOMBI, LITDIG, LITFIN, Kopi Lentera, DonBuk, Ramah Difabel) dengan koleksi lebih dari 10.000 buku bacaan dan mitra CSR Bank Sinarmas, Chubb Life, dan AAI Perancis. Pengguna layanan TBM Lentera Pustaka kini mencakup Desa Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya, Sukajadi Kec. Tamansari Kab, Bogor atau sama dengan mencapai 50% dari seluruh desa di kecamatan. Pada tahun 2025 ini, karena animo masyarakat begitu besar maka TBM Lentera Pustaka akan melakukan program 1) revitalisasi panggung baca, 2) pembuatan parkiran TBM Lentera Pustaka, dan dan 3) renovasi musholla dan gudang buku yang didukung oleh Bank Sinarmas.
Maka lagi-lagi, sekalipun TBM bersifat sosial tapi harus dikelola dengan profesional, harus sepenuh hati mengurus TBM. Sebagai aktivitas sosial, justru pengelolaan TBM membutuhkan komitmen dan konsistensi yang tinggi. Karena taman bacaan tidak bisa dikelola dari jauh, melainkan harus dikerjakan langsung dan mampu melahirkan praktik baik di TBM dengan cara masing-masing.
Berkiprah di TBM adalah ladang amal, bila perlu menjadi jalan hidup. Memang tidak mudah, tapi sesuatu yang haris diperjuangkan. Untuk menjaga keseimbangan hidup dunia akhirat, untuk mau dan berani berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. TBM adalah tempat mengubah niat baik jadi aksi nyata.Karenanya, TBM di mana pun harus diurus dan mau melibatkan semua pihak, berani menjalankan aktivitas rutin dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. Dengan begitu, mitra CSR atau kerjasama termasuk donator buku pasti akan datang dengan sendirinya. Selain pantang menyerah, mengelola TBM "dilarang" setengah hati.
Maka patut jadi renungan, apa iya bila TBM bersifat sosial pantas dikelola dengan setengah hati. Apa iya TBM cukup diurus dengan setengah hati? Bila ada waktu saja atau bila tidak capek baru mengurus TBM. Ketahuilah, apapun yang dikerjakan oleh siapapun. Hukuman bagi setiap pikiran dan perbuatan yang tidak konsisten adalah ketidak-konsistenan itu sendiri. Karena tidak ada yang baik bila tidak diurus dengan baik, tidak pula ada yang maju bila cara berpikirnya mundur atau hanya "jalan di tempat".
Maka perbaikilah TBM kita, maka Allah SWT akan memperbaiki TBM kita. Semuanya tergantu kita, mau apa dan mau ke mana? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen