Ini soal data DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Suatu kali ada pertanyaan, seberapa besar peserta DPLK yang mendapatkan manfaat pensiun lebih besar dari Rp. 500 juta net? Karena di data tersebut, mencerminkan adanya potensi pembayaran manfaat secara berkala atau anuitas kepada peserta DPLK yang pensiun. Apa iya pembayaran manfaat pensiun secara berkala atau anuitas potensial?
Mungkin tanpa basa-basi dan sesuai data yang ada (unaudited), pembayaran manfaat pensiun DPLK lebih dari Rp. 500 juta dalam  4 tahun terakhir (2021-Juni 2024) rata-rata sekitar 35% dari total manfaat yang dibayarkan. Sekitar Rp. 4,5 trilyun dari rata-rata Rp. 12,6 trilyun manfaat pensiun yang dibayarkan setiap tahunnya. Itu berarti, manfaat pensiun DPLK yang dibayarkan secara berkala atau melalui anuitas sekitar Rp. 4,5 trilyun per tahun. Memang, data ini belum dapat diindentifikasi berasal dari berapa jumlah peserta dan berapa lama kepesertaan masing-masing peserta di DPLK.
Jadi pertanyaannya, apa ada potensi pembayaran manfaat pensiun di DPLK secara berkala atau melalui anuitas? Jawabnya, jelas ada karena mencapai 35% dari total manfaat pensiun DPLK yang dibayarkan. Itulah potret sementara dari pembayaran manfaat pensiun DPLK dalam 4 tahun terakhir. Oleh karena itu, sesuai regulasi yang berlaku, opsi pembayaran manfaat pensiun secara berkala oleh DPLK atau anuitas oleh asuransi jiwa patut menjadi prioritas, baik untuk masa pembayaran 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun atau 25 tahun (sebagaimana tercantum pada POJK 27/2023 tentang Penyelenggaranan Usaha Dana Pensiun)
Pembayaran manfaat pensiun secara berkala atau anuitas di DPLK tentu punya potensi yang besar. Apalagi bila didukung kepesertaan dan aset kelolaan yang terus bertumbuh, pasti akan semakin besar. Maka sudah selayaknya, pembayaran manfaat pensiun secara berkala atau anuitas difasilitasi. Karena kan tidak semua pensiunan "mau" dibayarkan secara sekaligus. Pasti ada pensiunan yang ingin dibayarkan manfaat pensiun secara bulanan. Ada baiknya terapkan saja dulu pembayaran manfaat pensiun secara berkala, nanti hal-hal lainnya menyesuaikan termasuk soal perpajakan.
Dan sebagai aspirasi, mungkin pemerintah perlu memastikan komitmen insentif perpajakan untuk dana pensiun (termasuk pembayaran manfaat pensiun) sebagaimana diamanatkan pada UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Ditegaskan pada Pasal 171 bahwa "Penyelenggaraan Program Pensiun dan manfaat lain oleh Dana Pensiun dapat diberikan perlakuan/ insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan". Selain insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan, tentunya iuran dana pensiun harus tetap diakomodasi sebagai variabel "pengurang pajak" saat di-iur-kan.
Akan tetapi PP 58/2023 tentang Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi, penerapan iuran dana pensiun menjadi berbeda secara administratif akibat penerapan TER (Tarif Efektif Rata-rata) sebagai metode baru untuk menghitung PPh 21. Untuk itu, ada baiknya iuran dana pensiun (termasuk DPLK) "dikembalikan" seperti semula, menjadi variabel pengurang pajak. Saat ini, peserta DPLK sulit diajak untuk menambah "iuran sukarela" dikarenakan penerapan TER tersebut, yang sedikit banyak memengaruhi administrasi iuran DPLK.Â
Bila dana pensiun itu baik untuk pendanaan jangka panjang dan hari tua orang Indonesia, tentu insentif perpajakan harus menjadi "pemantik yang menarik" bagi peserta. Bukankah peserta dana pensiun sudah "menunda kenikmatan hari ini untuk masa pensiunnya?". Maka peserta dana pensiun sangat layak mendapat insentif pajak secara langsung daripada mengumbar perilaku konsumtif, tanpa kejelasan keuangan di hari tua. Kan lebih baik menabung untuk hari tua daripada "dibelanjakan" atas dasar keinginan bukan kebutuhan? Jadi, mana insentif pajak atas iuran ke dana pensiun?Â
Faktanya, 7 dari 10 pensiunan di Indonesia hari ini mengalami masalah keuangan. Bahkan 9 dari 10 pekerja tidak siap untuk berhenti bekerja atau pensiun, Semuanya terjadi akibat tidak adanya  dana yang cukup untuk membiayai kehidupan di hari tua atau saat tidak bekerja lagi. Jadi sangat pantas, peserta dana pensiun diberikan instentif perpajakan. Karena siapapun saat menjadi peserta DPLK berarti 1) telah mempersiapkan kepastian dana untuk masa pensiun, 2) punya hasil investasi yang optimal untuk hari tua, dan 3) sangat layak mendapatkan insentif pajak saat manfaat pensiun dibayarkan.Â
Dana pensiun, sejatinya bisnis yang sangat mulia. Karena siapapun menyetor iuran setiap bulan atau  menabung hanya didedikasikan untuk masa pensiun, untuk hari tua saat tidak bekerja lagi. Memang sejahtera atau tidak di masa pensiun, tentu ada di tangan pekerja sendiri. Tapi pemerintah perlu mendorong kepesertaan dan aset kelolaan dana pensiun selalu tumbuh signifikan dari waktu ke waktu. Agar kerja YES, pensiun OKE. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #AsosiasiDPLK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H