Pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuatu yang bisa saja terjadi di dunia usaha. Entah karena pesaingan bisni yang semakin ketat atau sebabb apapun. Akhirnya Perusahaan atau pemberi kerja "terpaksa" mengambil keputusan untuk mem-PHK sebagiann atau seluruh karyawannya. Terlepas dari persoalan bisnis, pekerja harus tahu aturan main PHK bila suatu saat terjadi.
Sesuai PP No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pada pasal 40 ayat 1) ditegaskan bahwa, "Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima". Artinya, Perusahaan atau pemberi kerja punya kewajiban untuk  membayar uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) kepada pekerja sesuai aturan yang berlaku.
Dalam kaitan itu, pekerja harus memahami tentang sebab terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK itu terdiri dari segala jenis berakhirnya hubungan kerja, atas sebab apapun. Sebab PHK inilah yang menjadi "penentu" besaran uang pesangon pekerja. Pada PP 35/2021 ditegaskan ada 21 (dua puluh satu) sebab terjadinya PHK, yaitu:
1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan Perusahaan.
2. Pengambilalihan perusahaan.
3. Perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian.
4. Perusahaan tutup akibat kerugian.
5. Perusahaan tutup bukan akibat mengalami kerugian.
6. Perusahaan tutup akibat keadaan memaksa (force majeure).
7. Keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan perusahaan tutup.
8. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang akibat perusahaan mengalami kerugian.