Mohon tunggu...
Lentera Pustaka
Lentera Pustaka Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Literasi dan Taman Bacaan

Pegiat literasi yang peduli terhadap gerakan literasi dan pendidikan anak di Indonesia. Hanya untuk berbuat baik dan menebar manfaat melalui buku-buku bacaan, salam literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memilih Menjadi Daun yang Tidak Membenci Angin

18 Juli 2024   06:30 Diperbarui: 18 Juli 2024   07:03 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Memang patut direnungkan. Bahwa daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Begitulah kata Tere Liye dalam novelmya "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin". Sudah baca belum?

Adalah nyata dalam kehidupan ini. Ada saatnya kita hanya bersikap seperti daun yang jatuh tanpa perlu mencari sebabnya, tanpa mencari siapa yang salah. Sikapnya menerima dan mengikhlaskan apapun. Mungkin sudah saatnya "daun untuk jatuh" sehingga tidak perlu dilawan. Tidak perlu disesali apalahi diratapi. Itulah takdir yang sudah ditentukan-Nya. Untuk apa melawan takdir yang sudah terjadi? Ikhlas, menjadi sikap yang paling pas dan pantas.

Dalam hidup apapun bisa terjadi atas izin-Nya. Bisa diduga, bisa pula tidak terduga. Boleh atas sebab, boleh pula tanpa sebab. Maka kita hanya membutuhkan sikap ikhlas. Tidak semua hal dalam hidup harus dipikir dengan logika. Cukup diterima dengan lapang hati, lapang dada. Lalu, jalani dan nikmati prosesnya. Karena saat bisa menerima atas semua yang terjadi, itulah titik kulminasi yang paling indah untuk dinikmati.

Daun yang jatih tidak pernah membenci angin, hanya sekadar pepatah. Agar kita mampu bersikap realistis. Bahwa tidak semua yang direncanaka pasti terlaksana. Tidak semua yang diingini pasti tercapai. Suatu saat, kita hanya diminta untuk menjalani sambil  mengkonversi perasaan megatif, sedih, marah menjadi ikhtiar dan doa. Untuk memohon diberi kekuatan untuk menjalaninya. Karena sejatinya, "Hanya Allah yang dapat mengubah segalanya, hanya Allah yang dapat membangkitkann apapun yang telah dijatuhkan oleh dunia"

Seperti berkiprah di taman bacaan pun cukup dijalani. Terkadang mengabdi di taman bacaan, tidak lagi perlu idealisme atau cita-cita. Tidak harus pengen begini pengen begitu. Tapi cukup dijalani saja, menjaga komitmen dan konsistensi dengan sepenuh hati. Selalu ada dan berada di taman bacaan. 

Menemani anak-anak yang membaca, mengajarkan calistung, memberantas buta aksara, atau menjadi driver motor baca keliling. Ikhlas berkiprah dan mengabdi di taman bacaan. Karena taman bacaan sudah jadi "jalan hidup" bukan lagi jadi sarana popularitas atau status sosial. Ketika gerakan literasi dan taman bacaan bacaan sudah menjadi ekosistem, maka tidak ada lagi orang yang dominan. Semua akan berjalan secara alamiah. Semua aktivitas berjalan sesuai takdir-Nya. Persis seperti "daun yang jatuh tidak membenci angin".

Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Bahwa hidup memang harus menerima. Hidup harus lebih mengerti daripada meminta dimengerti. Lebih mau peduli daripada dipedulikan. Lebih menghargai daripada menuntut dihargai. Dan hidup yang paling indah adalah ketika kita lebih mau memahami daripada memelas untuk dipahami. Segala tantangan atau gangguan cukup dihadapi. Tidak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan "daun itu jatuh" sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana.

Daun yang jatuh tidak membenci angin. Semua yang terjadi harus diterima. Tidak perlu sibuk merangkai cerita untuk membela diri. Tidak perlu membuat cerita untuk membenarkan diri sendiri. Terlalu sibuk menghubungkan sebab ini dan sebab itu. Hingga hatinya larut menimbun mimpi, berjibaku dengan angan-angan. Dan akhirnya, tidak lagi apa adanya tidak lagi jadi diri sendiri. Hingga lupa mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.

Ketahuilah, daun yang jatuh tidak membenci angin bukan pasrah tapi ikhlas. Menerima apapun dengan penuh hikmah. Bahwa apapaun yang terjadi sudah atas kehendaknya, termasuk berkiprah di taman bacaan. Untuk selalu menjalani proses tanpa protes. Meyakini dengan mantap, bahwa semua takdir pada siapapun ditata dengan rapi atas kebijaksanaan-Nya. Bahwa kasih sayang-Nya selalu mencakupi semua hal tentang kita. Itulah kekuatan yang tidak batasnya, kekuatan dari-Nya sama sekali tidak akan pernah goyah.

Mememiluh menjadi daun yang tidak membenci angin. Berarti kita, idak mengharapkan apapun dari siapapun. Semuanya hanya datang dari Allah Yang Maha Esa, bahkan semuanya harus dikembalikan kepada-Nya. Maka teruslah perbaiki niat dan ikhtiar yang baik. Sambil tetap berdoa, "Ya Allah jangan jadikan apapun yang terjadi bergantung pada tangan siapapun, kecuali dari tangan-Mu". Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBUkanMaen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun