Sudah pasti, sebuah bunga tidak bisa dipisahkan dari baunya. Terkadang harum mewangi seperti bunga Rose, terkadang busuk menusuk seperti bunga Rafflesia. Maka wajar, setelah orang-orang tahu wangi yang mempesona, maka Rose dinamakan dengan nama yang indah, Mawar. Sebaliknya sebagus apapun  warna yang dimiliki oleh Rafflesia, ketika orang-orang tahu bau busuknya, maka Rafflesia dinamakan dengan nama yang tidak menyenangkan, Bunga Bangkai.
Begitulah bunga. Hanya karena bau yang ditampilkan, ia harus rela menerima label dari orang lain. Tak ubahnya manusia. Akhlak yang ditampilkan ibarat bau sekuntum bunga. Jika harum akhlaknya, maka orang akan memberi label yang baik. Sebaliknya,bila akhlaknya buruk maka label yang melekat jadi buruk pula.
Siapa saya, baik atau buruk? Itulah nasihat akan pentingnya kita memiliki akhlak yang baik. Akhlak terpuji yang lebih gemar berbuat baik dan menebar manfaat kepada sesama. Bukan sebaliknya, malah mencari-cari kesalahan orang lain atau menghakimi atas alasan yang tidak jelas. Maka Rasulullah berpesan, "Manusia yang paling baik ialah manusia yang paling terpuji akhlaknya" (Hadist Riwayat Thabrani).
Siapapun kita, bertanggung jawab untuk menghiasi diri dengan akhlak yang baik. Tentu niatnya bukan untuk dipuji orang. Tapi untuk menjaga luhurnya akhlak dan ajaran agama kita. Apalagi di tengah konspirasi dan pergaulan yang liberal, hingga banyak orang lupa mana yang baik dan mana yang buruk.
Prinsip itulah yang dipegang pegiat literasi di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Taman bacaan yang dijadikan tempat menggembleng akhlak anak, bukan hanya tempat membaca buku. Ada sholawatan, ada doa literasi, ada tradisi cium tangan, bahkan ada budaya antre.Â
Semuanya untuk membentuk akhlak anak-anak. Sementara di luar sana, tidak sedikit orang yang berpikir buruk maka biarkanlah. Toh, mereka tidak membantu apapun terhadap aktivitas taman bacaan. Di taman bacaan, kita belajar untuk tidak peduli terhadap mereka yang tidak peduli. Tidak usah gubris orang-orang yang tidak mau berbuat baik. Sederhana kan ...
Di taman bacaan, siapapun belajar untuk saling menghargai saling menghormati. Membaca buku yang tipis atau tebal sama saja. Asal mau membaca sudah cukup. Jangan persoalkan orang yang membaca buku sementara orang yang kerjanya ghibah malah didiamkan. Dekati pembaca, jauhi pengghibah.Â
Karena kita pada akhirnya bertanggung jawab atas apa yang kita perbuat. Dan setiap kita adalah bunga dan wajib menjaga keharuman wanginya. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaenÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H