Orang punya banyak uang, mungkin tidak sedikit. Orang mampu pun bisa jadi banyak. Tapi orang punya uang dan mampu, belum tentu mau berkorban. Jangankan seekor sapi atau kambing, berkorban waktu tenaga dan pikiran untuk sesuatu yang bersifat sosial saja belum tentu mau.
Berkorban dengan ikhlas, tentu tidak bisa ujug-ujug. Butuh proses dan pembiasaan. Seperti hewan qurban, sapi atau kambing, tidak mungkin layak potong bila belum tiba waktunya. Hewan qurban, pasti melewati proses dibesarkan dan dirawat hingga layak potong jadi hewan qurban. Apakah kita sudah berani berkorban?
Melatih diri untuk ikhlas. Itulah praktik yang dibiasakan di TBM Lentera Pustaka. Untuk konsisten mau berkorban, untuk ikhlas dalam berbuat. Tanpa perlu pikir panjang, apalagi hitung-hitungan. Cukup salurkan energi untuk aktivitas yang baik dan bermanfaat walau sekadar nasihat. Karena baik itu dimulai dari diri sendiri dulu, baru dibagi ke orang lain.
Berkorban memang berat. Ikhlas pun sulit. Tapi harus dilatih dan dibiasakan. Hingga kita bertemu dengan makna hakiki tentang pengorbanan dan keikhlasan dalam nyata. Bukan lagi kata-kata. Dan saat berkorban, jangan buang waktu untuk mikirin yang tidak perlu dipikirkan. Jangan bekerja terlalu keras, untuk hal yang tidak penting. Agar kita tahu diri bahwa setiap orang pun tidak akan melewati batas kemampuannya.
Apapun yang baik, lakukan saja dengan ikhlas. Korbankan yang bisa dikorbankan, sapi atau kambing hanya simbol. Agar siapapun berani berkorban, dan lebih peduli sosial sekaligus "memotong" ego diri sendiri. Begitulah hikmah Idul Adha di taman bacaan. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #HikmahIdulAdha #BacaBukanMaen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H