Matahari sore menyinari ruang kerja Lenta, menerobos celah jendela dan menari-nari di atas tumpukan buku. Sebagai penulis novel best-seller, Lenta sudah terbiasa dengan kesendirian dan hiruk pikuk pikirannya sendiri. Namun, hari ini terasa berbeda.
Seorang Wanita paruh baya berdiri di ambang pintu, matanya menatap dalam ke arah Lenta. Wajahnya begitu familiar, seolah-olah adalah pantulan Lenta di cermin, namun dengan garis-garis kerutan yang lebih dalam dan rambut yang memutih.
"Lenta," sapa wanita itu dengan suara berat. "Senang bertemu denganmu."
Lenta tertegun. "Maaf, saya tidak mengenal Anda," ujarnya hati-hati.
"Aku adalah dirimu, Lenta. Dari masa depan."
Pernyataan itu membuat Lenta terkesiap. Ia mengira sedang bermimpi atau mengalami halusinasi. Namun, tatapan wanita itu begitu meyakinkan.
"Aku datang untuk memberimu peringatan," lanjut wanita itu. "Ada bahaya yang mengintai karyamu yang akan datang. Sebuah kekuatan jahat ingin menghancurkanmu dan karya-karyamu."
Lenta semakin bingung. "Karya yang akan datang? Apa maksudmu?"
Wanita itu mengeluarkan sebuah buku catatan dari dalam jasnya. "Ini adalah catatan tentang novelmu berikutnya. Aku membawanya dari masa depan untuk memberimu gambaran."
Dengan ragu, Lenta membuka buku catatan itu. Di dalamnya, terdapat sinopsis dan beberapa bab awal dari novel yang belum pernah ia tulis. Kaget bukan main, ia menemukan bahwa cerita itu sangat mirip dengan ide yang sedang ia kembangkan saat ini.
"Bagaimana bisa?" gumam Lenta tak percaya.
"Ada kekuatan misterius yang telah membocorkan ide-idemu," jelas wanita itu. "Mereka ingin memanfaatkan karya-karyamu untuk tujuan yang buruk."