Seperti diam tapi merintih, seperti sendiri tapi menjerit, seperti sakit tapi tersenyum, hanya bisa berkata tak bisa tersampaikan, banyak sekali dindin pembatas saat ini yang berdiri diantara aku sang pengemis dan kamu sang putri istana, dahulu aku pernah seperti itu, dahulu aku pernah merasa dalam posisimu itu, dahulu aku yang membuat seperti itu kepadama mu, dahulu aku yang sengaja menciptakan dinding itu untuk mu, sekarang kamu yg menjadi seperti itu. Lucu, memang lucu yang dulunya kamu seperti putri yang baik hati, setelah bisa menguasai hati kini engkau di atas angina dan berubah menjadi dingin.
Dahulu impian mu begitu sederhana, dahulu kau begitu bersahaja, dahulu kamu begitu indah, dahulu dan dahulu…. Sekarang kamu begitu dingin, sekarang kamu begitu angkuh, sekarang kamu begitu kejam dan tak mau tau, menurut mu keadilan adalah pikiranmu, kebenaran selalu yg menurut hati mu, kekuatan adalah pengalaman mu, hingga kini kau memandang lelaki yang dulu seperti mu adalah seorang pengemis hina yang selalu salah, lelaki yg lemah dan tidak pernah bisa diandalkan, seperti semua yang telah terucap hanya satu kata yg dapat merangkumnya, hanya satu potong bahasa yang dapat membingkisnya, dan hanya satu persembahan dari sang pengemis untuk tuan putri yang selalu diatas angin, yaitu rindu, ya hanya rindu itu saja, sederhana hingga saking sederhana nya kamu tidak bisa merasa. Aku hanya rindu, itu saja.I
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H