Mohon tunggu...
Lenny Romauli
Lenny Romauli Mohon Tunggu... -

Ordinary woman... ^^v

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Negeri Ginseng

5 November 2015   18:18 Diperbarui: 5 November 2015   18:18 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sep, 16th 2015 at 06.00 WIB

Malam ini aku bermimpi hal yang luar biasa. Hari itu aku berada di sebuah negara yang asing, yaitu Korea. Mengapa Korea? Aku mengatakan hal itu karena semua orang yang kutemui memiliki wajah seperti orang Korea. Hanya itu.

Singkat mimpi, saat itu aku sedang naik ke tempat yang tidak kuketahui akhirnya. Aku berpacu dengan orang banyak di tangga yang tidak begitu lebar namun curam. Awalnya aku melangkahi satu demi satu anak tangga, karena aku tidak ingin ada kemacetan, aku berusaha melangkahi beberapa anak tangga yang kosong saat naik atau turun.

Ujung tempat berakhirnya tangga (tangga yang kunaiki tidak selamanya turun dan tidak selamanya naik) adalah suatu tempat yang berupa kamar sebuah rumah sakit yang menggantung.

Sebelumnya, saat aku naik-turun tangga ada seorang bapak-bapak berwajah oriental yang ada di depanku. Si bapak yang berada di depanku, setelah kami mencapai akhir tangga, dia menginjak sebuah selimut anak bayi, anak dari seorang ibu yang berada di sana. Karena dia dimarahi dan disuruh membersihkan oleh ibu si anak, yang selimutnya terinjak, maka ia berhenti sejenak. Pikiranku mengatakan ini waktunya untuk mendahului si bapak tersebut. Namun saat aku melangkah, aku melihat anak si ibu tersebut ada dua. Satu masih bayi dan bisa berbaring, satunya lagi sudah bisa berjalan.

Setelah mendahului si bapak, aku tertarik melihat anak kecil yang satunya lagi. Saat aku mengetahui bahwa tidak ada jalan lagi, aku melihat kesana-kemari. Akhirnya aku menyingkapkan gordyn jendela dan melihat ke luar bahwa ada beberapa lumba-lumba di sebuah kolam yang menyerupai sungai. Lumba-lumba itu keluar-masuk ke dalam air dan sungguh menarik perhatianku. Aku ingin sekali ke luar sana. Di dekat jendela itu ada pintu. Aku pikir ini mungkin kamar VIP sebuah rumah sakit. Tanpa pikir panjang aku bertanya pada seorang petugas medis. Si petugas mengatakan bahwa aku tidak bisa melewati pintu itu, aku harus keluar dan bla..bla..bla... dia juga mengatakan bahwa aku harus membayar mahal untuk sampai ke sana.

Karena tidak memiliki uang yang banyak dan didorong oleh rasa ingin tahu yang besar akhirnya aku mendekati anak kecil tadi. Aku bertanya apakah dia mau melihat lumba-lumba. Langsung aku gendong si anak tersebut dan membawanya kea rah pintu. Pintu itu ternyata bisa terbuka. Langsung saja aku mengambil tempat dan melihat beberapa pertunjukan. Tampa kusadari ibu si anak mengikutiku dari belakang, termasuk si bapak dan petugas medis dan orang lainnya.

Dalam kolam yang luas itu ada kandang harimau, tikus dan sejenis pengerat lainnya, lumba-lumba dan hewan yang tidak bisa kuingat. Di sepanjang kolam ada seperti papan tempat berjalan. Saat pertunjukan akan dimulai aku sangat senang sekali dan melihat bahwa ini kali pertamanya aku melihat lumba-lumba. Seketika itu juga ada sekelompok anak teruna dengan mengenakan pakaian kerajaan menggiring sang puteri melintasi papan tersebut. Hingga di ujung, mereka memberi makan singa/harimau. Petugas pemandu anak teruna juga memberi makan tikus, namun tidak digigit. Aku dan anak kecil yang kubawa turut senang.

Pada akhir pertunjukan, aku melihat ada seorang ibu tua yang masuk, aku pikir dia adalah anggota DPR, dia mengenakan kalung salib. Dia masuk dan beberapa petugas terlihat menundukkan kepala saat dia masuk. Aku tak peduli dia siapa. Setelah pertunjukan selesai, saat hendak mengambil beberapa gambar, terlihat di langit ada perubahan warna dan ada pelangi serta serbuk yang berjatuhan. Ternyata itu bukan serbuk, melainkan kertas yang menyerupai malaikat.

Tak ingin kehilangan momen itu aku mengambilnya dengan kamera ponselku, namun tidak seperti saat pertunjukan berlangsung, kamera ini tidak mau bekerja. Akhirnya aku berusaha menangkap kertas berbentuk malaikat yang jatuh itu dan aku mendapatkannya. Semua orang di situ juga melakukan hal yang sama. Aku bahagia saat aku terbangun aku sadar bahwa Tuhan telah memberikan malaikatNya untuk berjaga-jaga atas keluar masukku. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun