Meluasnya pasar buah naga Banyuwangi tentunya meningkatkan keuntungan dan pendapatan petani buah naga. Harga buah naga kimia yang awalnya Rp 8.000/kg, dengan menggunakan pola tanam organik bisa mencapai Rp 26.000 -- Rp 27.000/ kilogram. Dengan pendapatan yang diperoleh petani buah naga per tahun Rp 100 juta, dan untuk pengeluaran pembelian pupuk organik sebesar Rp 12 juta, maka dengan adanya perkembangan ekspor buah naga keluar negeri, petani buah naga di Banyuwangi ini menjadi lebih sejahtera dan tentunya mendorong Banyuwangi menjadi kabupaten yang produktif.
Teknologi Lampu Buah Naga
Dengan pemberian lampu ini, masa panen buah naga tidak sesuai dengan musim, buah naga yang diberikan cahaya lampu dapat terus berbuah setiap bulannya. Menurut salah satu petani buah naga Sunarto yang memanfaatkan cahaya lampu, kerugian yang dialami ketika musim panen tiba tidak terlalu besar. Biasanya ketika musim panen tiba, harga buah naga turun mencapai Rp.2.500, dengan harga tersebut tentunya petani rugi karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk lebih mahal, namun dengan adanya cahaya lampu ini, Bapak Sunarto dan petani buah naga lainnya mencegah kerugian dengan memperbanyak berbuahnya naga setelah musim panen tiba sehingga apabila musim panen tiba, hanya sedikit buah naga yang berbuah.
Biaya yang dikeluarkan untuk pemberian lampu pada buah naga tentunya tidak murah, petani harus mengeluarkan sekitar Rp 20-25 juta untuk seperempat bau buah naga, ditambah biaya listrik sekitar Rp 1 juta/bulan yang digunakan setiap malam. Namun dengan berbuahnya buah naga setiap bulan tanpa melihat sekarang musim panen atau tidak, petani bisa menutup biaya pemberian lampu dan biaya pupuk untuk perawatan buah naga. Dengan cara sederhana yang dilakukan oleh petani buah naga Banyuwangi ini terbukti mampu meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani di Banyuwangi.
Tantangan Petani di Banyuwangi
Meroketnya pasaran buah naga dari Banyuwangi hingga keluar negeri seperti Malaysia dan China, tentunya harus melewati tahapan-tahapan. Permasalahan yang dihadapi oleh petani buah naga untuk mencapai pasar ekspor diantaranya masih terkendala surat administrasi. Selain itu, tidak semua petani buah naga organik langsung dapat mengekspor buahnya, namun harus melalui proses sertifikasi organik, sehingga petani yang masih sebentar pindah dari kimia ke organik harus menunggu proses sertifikasi.
Petani Banyuwangi sebenarnya mampu memenuhi jumlah permintaan buah naga dari luar negeri, namun karena harus melewati uji kelayakan untuk persyaratan ekspor sehingga hanya 40-60% yang dapat diekspor. Selain sudah menembus pasar ekspor, buah naga Banyuwangi sudah menembus pasar di Jakarta seperti Ramayana, Carrefour dan jaringan ritel lainnya dan jika kualitas buah naga tersebut rendah maka dipasarkan dipasar tradisional di Surabaya. Sehingga apabila tidak lolos uji kelayakan ekspor masih dijual dipasar lainnya, hal ini tentu saja tetap menguntungkan petani dan Kabupaten Banyuwangi yang menjadi sentra penghasil buah naga terbesar di Provinsi Jawa Timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H