Oleh Leni Marlina
Di sanubari rakyat, namanya tak pernah pudar, Â
Bukan sekadar suara yang menggema di angkasa, Â
Namun dia, bagai fajar yang lembut menyapu pagi, Â
Mengusir gulita, membangunkan mimpi-mimpi yang terselip.
Tak ia raih kekuasaan dengan tangan besi, Â
Namun dengan hati yang lapang, seluas samudera, Â
Seperti angin yang membelai sawah-sawah hijau, Â
Menghidupkan ladang, menumbuhkan harapan di setiap akar.
Dia adalah bayang yang tak pernah jauh, Â
Di langkah-langkah kecil rakyat yang mengayun di jalanan, Â
Seperti hujan yang jatuh di tanah kering, Â
Membasahi bumi dengan janji kesejahteraan yang nyata.
Rakyat memanggil namanya dengan doa yang khusyuk, Â
Seperti burung-burung yang bernyanyi di pagi  yang teduh, Â
Ia bukanlah guntur yang menghantam langit,
Namun embun pagi, yang menyusup halus ke dalam hati.
Bagai pohon pelindung yang menaungi, Â
Ia melindungi setiap jiwa yang lelah, Â
Menjadi payung di tengah badai yang menghantam, Â
Mengikat setiap janji kemerdekaan dengan simpul kasih yang erat.
Dia adalah perisai dari tanah ini, Â
Tak pernah gentar oleh godaan kuasa, Â
Bukan raja yang duduk di singgasana emas, Â
Namun petani yang menanam benih keadilan dengan cinta.
Rakyat tak perlu memanggil namanya keras-keras, Â
Karena dia  adalah angin yang tahu kemana harus bertiup, Â
Mengisi setiap relung Nusantara dengan cahayanya, Â
Menjaga amanah negeri, hingga waktu menghantarnya pulang.
Padang, Sumbar, 2024
-------