Tanah Janji
Oleh: Leni Marlina*
Guru, di Tanah Janji ini, Â harga kebutuhan sehari-hari melambung, Â
Tak ada uang yang tersisa untuk ditabung,
Kami tahu, honormu tak lagi utuh, meskipun engkau tak pernah mengeluh,
Honormu seperti debu tertiup angin, Â
Hilang entah ke mana, tak terlihat di malam dingin.
Pasar sekarang seperti hutan rimba, Â
Harga melompat liar dan mencakar. Â
Tapi engkau, guru kami yang tercinta, Â
Gajimu bagai seekor semut di hutan belantara.
Di berbagai sekolah di pelosok negeri, engkau tanam benih harapan,
Di ladang yang kering dan penuh tantangan, engkau semai budi pekerti dan pengetahuan. Â
Namun panenmu sering kali hampa, Â
Sementara tumpukan emas berlian, hasil kekayaan alam, menumpuk diam hanya di segelintir tangan.
Tugasmu mulia dalam dedikasi, Â
Mencerdaskan bangsa, memajukan literasi. Â
Tanggung jawabmu berat, Â
Tapi kesejahteraanmu belum juga didapat.
Oh, guru kami yang tercinta, Â
Bagi kami, engkaulah para penjaga fajar. Â
Di matamu, negeri ini mungkin surga berbalut ironi, Â
Honormu semakin pudar, Â
Di negeri yang katanya kaya melimpah ruah dengan isi dan hasil bumi.
Di Tanah Janji, awalnya mimpi sangat indah, Â
Namun sering kosong tanpa arti.
Sementara kau, guru, tenggelam dalam mimpi, Â
Menunggu kesejahteraan yang tak pasti.
Kami berharap bintang tetap bersinar lembut, Â
Meskipun langit berkabut. Â
Dan suatu hari nanti, gajimu bukan lagi mimpi, Â
Hidupmu layak, dihargai dan lebih manusiawi.
Guru kami, engkaulah cahaya, Â
Dalam kegelapan, penuntun jiwa. Â
Engkau adalah pahlawan pelita bangsa.