Berbicara tentang rokok berarti memancing perdebatan yang tak kunjung usai. Selalu ada yang pro dan kontra yang berkelindan seputar kebiasaan merokok.Â
Jika dilihat dari perspektif kesehatan, merokok jelas membahayakan. Bahkan, 21,37% kematian disebabkan oleh kebiasaan merokok; bisa karena terserang penyakit jantung, paru-paru, dan sebagainya. Di Indonesia, sejumlah upaya dilakukan guna mengurangi risiko ini. Namun, hasilnya bisa dibilang kurang signifikan.Â
Aturan mengenai Kawasan Dilarang Merokok misalnya, belum sepenuhnya dipatuhi. Sejumlah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang disusun guna mengurangi dampak rokok bagi kesehatan terasa tidak berdampak.Â
Saat ini, kita masih menjumpai tiap orang bebas membeli rokok dengan harga murah. Bukan hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Di tempat-tempat umum, masih banyak perokok yang tidak peduli dengan asap rokoknya dan begitu saja mengganggu orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok.Â
Upaya Pengurangan Risiko
![Dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/11/11/img20191109093319-5dc910a2d541df42062840f2.jpg?t=o&v=770)
Hadir di sana Dr. drg. Amaliya, M.Sc., Ph.D, peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Dr. dr. Ardini Raksanagara, M.P.H, pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Padjajaran, dan Ariyo Bimmo, S.H, LL.M., Pengamat Hukum dan Kebijakan Koalisi Indonesia Bebas Tar (KABAR).Â
Narasumber dengan kapasitas masing-masing menyampaikan sejumlah hasil studi mengenai pengurangan bahaya tembakau yang juga dikenal dengan istilah Tobacco Harm Reduction. Tujuannya adalah untuk meminimalisir risiko kesehatan atas penggunaan produk tembakau.
 Konsep pengurangan bahaya tembakau ini diharapkan dapat membantu para perokok berat yang sulit berhenti supaya dapat berhenti atau setidaknya beralih ke produk yang risikonya lebih rendah. Ini disebut metode switching. Perlu diketahui bahwa jumlah perokok dewasa saat ini di Indonesia mencapai 33,8 persen populasi. Banyak di antaranya terkena dampak penyakit kardiovaskular serta berbagai penyakit akibat merokok (tobacco related diseases).
Dalam presentasinya, Dr. drg. Amaliya, M.Sc., Ph.D menyampaikan efek merokok terhadap rongga mulut. Ia mengatakan, seorang perokok aktif dapat dilihat dari keadaan rongga mulutnya yang tidak sama dengan rongga mulut orang  yang tidak merokok. Sebagai seorang dokter spesialis gigi, ia juga memiliki peran dalam program berhenti merokok.Â
Bagi perokok yang tidak mau berhenti merokok, kini ada alternatif yaitu Tobacco Harm Reduction yaitu nicotine replacement therapy (NRT) atau terapi sulih nikotin. Bentuknya ada nicotine patch (koyo nikotin), nicotine gum (permen nikotin), dan nicotine inhaler. Selain itu, ada pula electronic nicotine delivery system (ENDS) dalam bentuk e-cigarette/vape, heated tobacco products atau tembakau yang dipanaskan, dan snus (smokeless tobacco).Â