Data-data tersebut tentu hanya berupa angka-angka yang tak ada artinya jika petani di lapangan tidak ikut merasakan dampaknya secara nyata. Oleh karena itu, ada beberapa wujud dukungan pemerintah terhadap para petani yang ingin berdikari bahkan menembus pasar internasional, yaitu penyediaan modal pertanian, kerja sama dengan negara lain, magang dan pendampingan, penyediaan alsintan, serta percepatan layanan ekspor.
Penyediaan modal bagi para petani dapat dimungkinkan dengan kehadiran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan pembiayaan usaha mikro (UMI). Pembiayaan ini bersifat tanpa agunan sehingga sangat memudahkan bagi para petani. Meskipun diperlukan banyak perbaikan, kehadiran sarana ini tak bisa dimungkiri cukup membantu.
Dukungan lain adalah dalam bentuk kerjasama bilateral dengan negara lain untuk komoditas pertanian tertentu. Contohnya, kerjasama antara Indonesia dan Argentina sehingga dapat membuka akses pasar yang lebih luas, khususnya untuk buah tropika seperti nanas, salak, manggis, dan sebagainya. Ada pula kerjasama bilateral dengan Papua New Guinea khususnya untuk menangani komoditas pertanian yang dilalulintaskan secara tradisional melalui daerah perbatasan.Â
Terkait program magang, pihak Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian telah merintis magang untuk para petani muda di luar negeri, misalnya di Jepang. Pasalnya, Jepang memiliki teknik pertanian, pengolahan hasil pertanian, yang efektif dan maju. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman sendiri mengatakan, "Magang merupakan salah satu metode pembelajaran yang efektif sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan serta masalah yang dihadapi dalam pengembangan SDM petani, khususnya para petani muda yang mulai berusaha di bidang pertanian," (dikutip dari Sinar Tani Edisi 27 Maret-2 April 2019 No. 3792 Tahun XLIX).
Hal lain yang tak kalah penting adalah komitmen dari Kementerian Pertanian untuk mempersiapkan layanan guna mendukung kemudahan ekspor. Oleh Mentan Amram, sebuah kebijakan pun disepakati yaitu memotong waktu perizinan ekspor yang awalnya sekitar 13 hari/312 jam menjadi hanya 3 jam. Percepatan ini diharapkan menolong bagi para pengekspor.
Meningkatnya angka ekspor komoditas pertanian bukan saja dapat menambah devisa negara, tetapi juga diharapkan dapat berdampak hingga ke akar rumput. Sepatutnya, kita tidak perlu khawatir karena Kementan hingga saat ini merupakan salah satu kementerian berprestasi yang menjalankan amanah yang dibebankan. Ada sejumlah penghargaan yang diterima, termasuk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut Kementerian Pertanian adalah salah satu dari kementerian dengan Sistem Pengendalian Gratifikasi Terbaik. Dengan demikian, mimpi untuk menyejahterakan masyarakat--berdampingan dengan cita-cita bangsa untuk menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 kelak--semakin mendapat titik terang. Pertanyaannya, apakah banyak di antara kita yang berani banting setir menjadi petani masa kini? Semoga ulasan ini menginspirasi!
Referensi:
Tabloid Sinar Tani berbagai edisi