Mohon tunggu...
Leni Marlins
Leni Marlins Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

hobi menulis tentang banyak hal untuk menyampaikan ide

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dengan Gaya Bersantap ala Italia, Rajut Kembali Relasi yang Renggang

9 September 2017   16:35 Diperbarui: 10 September 2017   15:19 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sore di restoran Nanamia Pizzeria|Dokumentasi pribadi

Sore itu, matahari belum sepenuhnya kembali ke peraduan. Langit  terlihat jingga di kejauhan. Jalan Parangtritis yang saya susuri masih  cukup ramai oleh lalu lalang kendaraan. Berbelok ke Jl. Tirtodipuran,  suasana terasa lebih lengang dan tenang. Jarum jam sudah menunjuk pukul  17.55 WIB.

Sedikit nervous,tetapi excited. Itulah kira-kira gambaran perasaan saya ketika memarkirkan kendaraan di  area depan Nanamia Pizzeria. Bagaimana tidak, ini adalah pengalaman  pertama saya mengikuti event KJOG. Bertemu kawan-kawan baru--jujur saja--bukan perkara mudah bagi si introvert.

Di  sisi lain, sudah sekian lama saya mendengar nama Nanamia Pizzeria,  restoran yang khusus menyajikan hidangan khas Italia di Yogyakarta. Namun, baru kali ini saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi  tempat ini sekaligus bertemu langsung dengan pemiliknya.  

Tentang Nanamia Pizzeria  

Nanamia  Pizzeria bertempat di 2 lokasi. Pertama, di Jl. Mozes Gatotkaca B 9-17.  Kedua, di Jl. Tirtodipuran No.1, Mantrijeron. Di lokasi kedua inilah  kami berkumpul untuk "ngunduh ilmu" dari Bu Nana dan Pak  Matthias yang sudah 10 tahun menggeluti bisnis kuliner di Jogja.  Menghadap para Kompasianer yang duduk setengah lingkaran, Bu Nana dan  Pak Matthias mengisahkan awal perjalanan mereka membangun Nanamia  Pizzeria.  

Tepatnya 10 September 2007 silam, Nanamia Pizzeria  mulai melayani pembeli. Konsep yang diusung oleh restoran Italia ini  adalah menyajikan, "Pizza Tradisional untuk Masyarakat Modern". Setia  pada konsep tersebut, Nanamia memanggang pizza dengan cara yang masih  tradisional, yaitu menggunakan tungku kayu bakar. Supaya aroma masakan  semakin menggugah selera, kayu bakar yang digunakan dipilih dari pohon  buah-buahan.         

Tungku kayu bakar di dapur Nanamia Pizzeria|Dokumentasi pribadi
Tungku kayu bakar di dapur Nanamia Pizzeria|Dokumentasi pribadi
Sang koki sedang meracik topping untuk pizza|Dokumentasi pribadi
Sang koki sedang meracik topping untuk pizza|Dokumentasi pribadi
Bukan hanya cara memanggang pizza,  membuat saos tomat--sebagai pelengkap cita rasa hidangan di restoran  ini--pun dengan proses yang tidak singkat. Bahan-bahan yang digunakan  berkualitas tinggi dan masih segar. Bahkan, untuk beberapa bahan  tertentu, seperti keju mozzarella, diimpor langsung dari peternakan sapi  di New Zealand.

Sembari terus menyimak percakapan, saya  mengedarkan pandangan ke sekeliling. Suasana di area restoran sedikit  berubah. Senja mulai turun. Seorang staf Nanamia berkeliling meletakkan gel candles di setiap meja yang tersedia. Lampu-lampu kecil dengan cahaya temaram  dinyalakan. Beberapa pengunjung mulai berdatangan. Ada pasangan muda.  Ada pula rombongan keluarga dengan anak-anak kecil.

Duduk santai menikmati suasana di bean bag chair bernuansa vintage|Dokumentasi pribadi
Duduk santai menikmati suasana di bean bag chair bernuansa vintage|Dokumentasi pribadi
Area restoran Nanamia Pizzeria memang  sangat unik. Selain sebuah ruang terbuka berlantai kayu, ada pula lahan  kosong yang dikelilingi tetumbuhan hijau dan segar. Beralaskan rumput  hijau, di sinilah bangku-bangku dan meja-meja minimalis ditempatkan.  Cahaya bulan yang samar-samar membuat suasana menjadi semakin eksotik.

Menurut  Bu Nana, mendirikan restoran Italia bukan sekadar karena alasan bisnis.  Ia dan Pak Matthias sesungguhnya sedang memperkenalkan "budaya  bersantap" a la Italia. Sekilas, ia menjelaskan, salah satu budaya orang  Italia adalah sangat menikmati aktivitas bersantap. Ini bukan sekadar  makan lalu kenyang, tetapi ada interaksi yang terjalin selama proses  menyiapkan makanan hingga menikmati hidangan.

Makan bisa disebut  sebagai momen berkualitas karena saat itulah semua anggota keluarga  bisa bertemu, berbincang-bincang, sambil mempererat relasi. Di saat  tersebut, orangtua memiliki waktu untuk mengobrol dengan anak-anak.  Demikian sebaliknya. Ya, mau tidak mau, kita harus mengakui, hal-hal  seperti ini memang sudah semakin jarang dilakukan di tengah keluarga.  Yang terjadi, orangtua dan anak sibuk dengan gawai masing-masing di meja  makan. Setelah kenyang, masing-masing melanjutkan aktivitasnya. Tak  heran, relasi antara anggota keluarga pun semakin renggang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun