Ada istilah 'Barang siapa menanam, dia akan memetik hasilnya'. Biasanya ini dianalogikan pada sebuah perbuatan yang dilakukan seseorang. Dia akan menerima akibat dari perbuatannya, baik maupun buruk.
Namun, yang saya maksud di sini adalah memetik sungguhan. Artinya memetik apa yang telah saya tanam. Bukan memetik apa yang orang lain tanam, itu namanya nyolong, hehehehe.
Bosan di tempat tidur karena dua hari ini menderita flu, batuk, dan demam. Hari ini saya mengintip kebun di rumah saya, terutama yang terletak di halaman belakang. Meski tak luas, kebun belakang ternyata menyimpan potensi tanaman yang cukup banyak untuk dipetik. Baik daun, umbi maupun buahnya.
Saya mulai dari batang jeruk purut yang hidup segan mati tak mau. Dengan kondisinya yang demikian, dia telah banyak berkontribusi dalam mengharumkam rendang dan gulai yang saya masak. Dan tentu para tetangga juga, maklum di kampung, hal yang lumrah para tetangga saling meminta bumbu atau rempah dapur.
Jeruk purut memang biasa digunakan dalam beberapa masakan di Indonesia, diantaranya rendang, gulai, soto, dan diiris tipis untuk rempeyek. Baunya yang khas mampu merangsang selera makan. Selain sebagai bumbu masakan, daun jeruk juga memiliki banyak khasiat. Namun saya tidak akan membahasnya pada kesempatan ini.
Di samping batang jeruk purut, ada pohon sirsak. Tak beda dengan temannya, nasibnya sama. Batangnya kurus, daunnya dijadikan rumah yang nyaman oleh kutu kebul. Entah kenapa saya selalu luput menyemprotnya saat merawat tanaman hias yang mengalami penyakit yang sama.
Sirsak ini sudah beberapa kali berbuah. Biasanya paksu yang memetiknya. Selain karena tak suka buahnya, daunnya yang banyak dikerubungi semut membuat saya enggan mendekat. Paksu kadang meminta dibuatkan jus dari buah yang nama lainnya durian belanda ini.
Kabarnya bukan hanya buah , daunnya pun bermanfaat untuk kesehatan. Diantara manfaatnya adalah mencegah kanker, menurunkan kadar gula darah, dan mengatasi asam urat. Untuk daun beda perlakuan, jangan di jus tapi di rebus. Hehehe.
Saya pernah usulkan pada paksu untuk ditebang saja, tapi beliau enggan. Katanya kalau bukan kita yang memetik buahnya, mungkin nanti anak cucu kita yang menikmatinya. Kalau sudah begini, saya manut saja. Lha wong yang menanam juga beliau kok.
Di sudut dekat 'dapur kayu', ada pohon mengkudu. Pohon yang satu ini sungguh ajaib. Seingat saya, pohon ini tak pernah berhenti berbuah. Meski jarang, beberapa kali saya pernah memetik buahnya. Untuk apalagi kalau tidak dijus.