mental seseorang, lebih lagi mental mahasiswa. Bahkan banyak sekali mahasiswa yang bunuh diri akibat mental yang lemah. Pada umumnya mahasiswa dituntut untuk menjadi orang yang sukses bahkan dituntut untuk bisa. Orang lain tidak peduli mahasiswa itu stress karena tugas, depresi, cemas, bahkan ketika suasana hati mahasiswa itu  sedang buruk. Semua orang tidak peduli itu. Karena mereka tidak mau tahu apa yang sedang mahasiswa itu lewati dan apa yang sedang dia alami.
Sekarang banyak sekali yang menyepelekanKesehatan mental berpengaruh oleh masa depan mahasiswa. Jika mental mahasiswa lemah, itu berakibat fatal oleh kondisi kejiwaannya, sulit mengendalikan emosi, mudah stress, tidak bisa berpikir dan membuat keputusan yang salah. Dan ketika kesehatan mental mahasiswa baik, kondisi mahasiswa itu akan jauh lebih tenang, tentram, dan bisa menikmati kehidupan sehari-harinya.
Sebagai mahasiswa seharusnya bisa lebih menghargai dirinya sendiri, love yourself, tidak memikirkan omongan dari orang lain. Saling terbuka sama keluarga, teman, atau orang yang dipercaya. Jika ada masalah yang bikin overtingking, bisa langsung cerita ke orang yang dipercaya. Karena sejatinya mahasiswa tidak butuh saran untuk masalahnya, tapi mahasiswa butuh tempat bercerita untuk masalah yang dia alami. Sebagai mahasiswa juga bisa pergi jalan-jalan sendiri, refreshing, healing, dan menikmati kesendiriannya. Tetap bertahan apapun yang terjadi. Percaya pasti bisa. Mahasiswa juga bisa melakukan hal positif yang ia suka, seperti mendengarkan musik, bermain tiktok,menonton film yang membuat mood mahasiswa kembali baik.Â
Intinya, sebagai mahasiswa harus bisa berpikir positif, jika ada omongan orang lain yang bikin mental dwon, senyumin saja dan jangan di ambil hati. Jadikan omongan, cacian, sindiran bahkan bentakan sebagai motivasi.Â
Saya juga salah satu mahasiswa semester 1, pertama nya saya juga kaget kehidupan perkuliahan yang dulunya membuat mental saya sempat down, karena lingkungan tempat tinggal yang menuntut saya mandiri, karena dosen yang ingin mahasiswa nya sempurna, karena pertemanan yang memiliki sifat yang berbeda-beda, tugas yang sangat banyak. Dulu saya juga sempat berpikir untuk mengakhiri semuanya, karena disitu saya tidak bisa berpikir jernih, alhasil saya ingin bunuh diri. Saya dituntut untuk bisa, dituntut untuk sempurna, dan dituntut untuk mandiri. Padahal dari kecil saya anaknya manja dan gak bisa hidup mandiri. Waktu itu saya bingung mau cerita ke siapa, ke orang tua takut ganggu, ke teman semuanya sibuk, disitu langsung ada pikiran bunuh diri. Tapi karena saya mengingat perjungan ayah dan ibu saya untuk menguliahkan saya, saya sadar bahwa ada orang tua saya yang menunggu kesuksesan saya. Disitu saya berusaha mengendalikan emosi dan berusaha berpikir positif pasti ada jalan untuk menyelesaikan semuanya.
Saat itu juga saya lebih bisa mengendalikan emosi saya, ketika ada pikiran ingin mengakhiri hidup, saya akan ingat ayah dan ibu saya.Â
Sekarang saya jauh lebih bisa menerima bentakan dari orang lain, omongan kasar, bahkan sifat dosen yang menuntut agar saya menjadi mahasiswa yang sempurna. Saya menerima semua itu atas dasar kemampuan saya, jika saya tidak bisa, saya lebih memilih menghargai usaha saya.Â
Pada intinya kita khususnya mahasiswa harus tetap berpikir positif dan selalu bersyukur apa yang telah Tuhan tetapkan. Cape boleh, ngeluh boleh, nangis boleh, tapi ingat jangan menyerah harus tetap semangat dan bangkit kembali. Setiap orang itu memiliki cara untuk menangani masalahnya, kita tidak boleh menghakimi apa yang mereka rasakam. Yang bisa kita lakukan hanyalah membantu dengan memberikan semangat, dukungan, dorongan dan doa. Jangan malah tambah menjatuhkan mental mahasiswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H