Sebuah organisasi membutuhkan values atau nilai-nilai sebagai pedoman dasar sikap dan perilaku bagi para anggotanya. Negara kita mempunyai nilai-nilai dasar yang termaktub dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut menjadi rujukan dasar sikap dan perilaku warga bangsa. Sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai ketuhanan atau religiusitas adalah salah satu nilai yang kuat mengakar sebagai jati diri bangsa Indonesia.Â
Ada empat sikap yang dapat diaplikasi dengan menghayati nilai-nilai religiusitas. Orang yang menghayati nilai ini meyakini bahwa segala yang dilakukan di dunia akan dipertangungjawabkan di hadapan mahkamah Tuhan. Dalam organisasi, setiap selesai melaksanakan amanah, setiap anggota organisasi diminta membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ). Ini baru di dunia. Di akhirat, setiap manusia akan dihadapkan pada mahkamah yang tidak ada kecurangan, ketidakadilan, atau nepotisme. Manusia akan mempertanggungjawabkan semua yang telah dilakukan semasa hidup di dunia.
Sikap berikutnya adalah meyakini bahwa ada CCTV 24 jam yang terus mengawasinya di mana pun, bahkan sampai ke relung hati sekali pun. Ia merasa hidupnya dipantau Tuhan dalam setiap aktivitasnya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengamatan Tuhan. Ramai atau sepi, bahkan dalam kesendirian, ia meyakini ada kekuatan Yang Maha Melihat sehingga tidak ada ruang baginya untuk melakukan keburukan. Â
Orang yang menghayati nilai religiusitas juga meyakini bahwa setiap perbuatan baik atau buruk akan berakibat pada dirinya sendiri. Ia tidak akan pamrih dalam melaksanakan kebaikan karena yakin kebaikan itu akan kembali kepada dirinya melalui baik di dunia, akhirat, bahkan dunia dan akhirat. Begitu pun ia akan hati-hati dalam bersikap karena sikap atau perbuatan buruk akan kembali kepada dirinya. Untuk hal ini, banyak orang mengatakan itu sebagai sebuah karma.
Hidup ini adalah bentuk ibadah kepada Tuhan baik ritual maupun nonritual. Itulah sikap berikut dari orang yang menghayati nilai-nilai religiusitas. Pada hakikatnya, setiap perbuatan baik dan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar norma agama sejatinya adalah ibadah. Ia meyakini bahwa kehadirannya ke dunia adalah dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Ia akan menyegerakan dalam menjalani akitvitas ibadah ritual. Â Ia pun tak akan ragu berbuat kebaikan karena meyakini bahwa perbuatan baiknya bernilai ibadah.
Jika sikap-sikap ini tertanam kuat dalam diri seseorang, akan terlihat dampak yang sangat dahsyat dalam kehidupan sehari-hari. Setiap perubahan setidaknya bisa dilakukan dengan tiga hal, yaitu kekuatan hukum, nasihat sesama, dan kesadaran diri. Instrumen hukum sudah dibuat lembaga negara sedemikian rupa detailnya. Begitu pula hubungan antarsesama yang penuh dengan nasihat-nasihat kebaikan yang bersumber dari nilai-nilai luhur adat-istiadat. Akan tetapi, semua itu tidak akan membuat perubahan mendasar jika tidak dilandasi kesadaran diri. Penghayatan nilai-nilai religiusitas dalam diri setiap individu akan membawa dampak positif bagi tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H