Inilah fakta pahit yang melanda dinamika kehidupan sosial politik di Indonesia, upaya melawan hoaks dan ujaran kebencian terus dikampanyekan, sementara produksi hoaks semakin hari semakin mengkhawatirkan, apalagi tahun ini merupakan tahun politik dimana hoaks mengakar di ranah politik, benarkah hoaks diciptakan oleh yang ingin mempunyai kekuasaan atau justru oleh pemangku kekuasaan itu sendiri.
Hoaks adalah kabar bohong, hoaks bisa disebut informasinya 0 atau kurang dari 0, kemungkinan besar hoaks diciptakan untuk kepentingan politik, belakangan hari media luar negri membongkar suatu kerja mesin produsen hoaks yang diduga bertanggung jawab di pilpres amerika.
Bisa dikatakan hoaks adalah bisnis, ternyata bisnis paling murah di dalam demokrasi ini adalah hoaks, tetapi tujuan utama dibuat hoaks yaitu mengeksploitasi otak reptil manusia, apa itu otak reptil manusia? Otak kebencian, otak kebencian kepada yang berbeda, rasa jijik yang berbeda dan mereka menggunakan bahasa memanfatkan teknologi dan alat yang diciptakan khusus oleh manusia untuk membuat hoaks.
Dari yang diterangkan di atas jika produksi hoaks secanggih itu lalu mau kita lawan dengan apa? Hal terpenting untuk melawan dan menyikapi hoaks ialah dengan meningkatkan kapasitas nalar, cara berpikir dan menganalisa suatu informasi.
Meskipun ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit, jika aku jadi menag upaya dalam menyikapi hoaks ialah meningkatkan kompetensi guru dan pemuka agama dengan tujuan memberi wawasan yang baik, menetralisir isu yang tidak benar, dengan meningkatkan kompentensi diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas dan benar dalam belajar agama salah satunya etika dalam interaksi antar umat dalam menghormati perbedaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H