Beberapa waktu lalu, Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo mengajak para pendukungnya memakai pakaian putih saat mencoblos di TPS. Pernyataan capres petahana tersebut menyebut kemeja putih lebih merakyat dibandingkan jas hitam yang lebih mahal.
Ajakan berbaju putih Jokowi itu bukanlah tanpa konteks. Pernyataan itu tak lain sebagai bentuk sindiran kepada capres-cawapres saingannya, yakni Prabowo-Sandiaga.
Banyak tafsir dari para pengamat politik atas seruan memutihkan TPS tersebut. Namun yang pasti, dengan memakai pakaian putih, Jokowi (dan KH. Maruf Amin) sebenarnya berusaha mengajak para pendukungnya untuk berlaku sederhana.
Putih itu adalah simbol kesederhanaan, sebuah trademark kepemimpinan yang dianut oleh Jokowi hingga saat ini.
Selain itu, baju putih merupakan simbol dari ajakan hijrah pada masyarakat kepada era yang baru, yaitu Indonesia Maju. Simbolik ini berarti pula menuju kesempurnaan yang kerap dilambangkan dengan warna putih.
Tak hanya itu, putih juga merupakan simbol kebersihan nurani. Desain foto berseragam putih sebagaimana terdapat dalam gambar Jokowi-KH Ma'ruf Amin di kertas suara, secara kontras berhadapan dengan jas hitam Prabowo-Sandi.
Putih di sini adalah cermin kebersihan nurani yang menyebabkan alam pikir berkreasi dan berdaya cipta dengan segala sesuatu hal yang baik. Berkebalikan dengan hitam yang berisi hal negatif dan kegelapan.
Tagline "Putih adalah Kita" adalah jawaban Jokowi yang berupa kekuatan moral untuk melawan politik hitam.
Namun, pastinya warna putih tidak menyimbolkan satu agama tertentu. Inilah adalah warna universal dan hampir semua pemuka agama identik dengan warna yang dilambangkan suci ini.
Putih juga lebih menarik dan disukai. Warna ini juga bisa diartikan egaliter dan lebih menampilkan orisinalitas baik untuk Jokowi dan Ma'ruf.