Mohon tunggu...
M Nasrulloh
M Nasrulloh Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Penulis

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ada Cinta dalam Adab

16 Oktober 2023   06:11 Diperbarui: 16 Oktober 2023   07:23 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad, bahwa ada rombongan sahabat yang mengecup tangan dan kaki yang mulia Baginda Nabi Shallallahu 'alaih wa sallam. Ada juga riwayat tentang Abu Ubaidah bin al-Jarrah yang mengecup tangan Sayyidina Umar saat beliau tiba di negeri Syam. Bahkan Ibnu Katsir dalam al-Bidayah-nya meriwayatkan bahwa Umar berencana mencium kaki Abu Ubaidah namun Abu Ubaidah mencegahnya. Masyhur juga bahwa Sayyidina Ali pernah mencium tangan dan kaki pamandanya, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Kita juga tahu bahwa al-Imam al-A'zam Abu Hanifah tidak pernah menjulurkan kakinya ke arah rumah gurunya, Hammad bin Abi Sulaiman dan dari pengakuannya sendiri bahwa beliau tak pernah luput mendoakan gurunya tersebut selepas salat semenjak Hammad meninggal dunia. Imam Syafi'i juga pernah meninggalkan bacaan qunut subuh karena menghormati Abu Hanifah yang berpendapat berbeda. Imam Ahmad bin Hambal pernah mendapat cibiran dari ahli hadis hanya karena beliau memegang tali unta, menuntun tunggangan Imam Syafii. Masyhur di kalangan penggiat hadis perkataan Imam Muslim saat menjumpai Imam Bukhari, "andai Anda mengizinkan, wahai gurunya para guru, sungguh aku mencium kedua kakimu." Dan masih banyak lagi teladan dari generasi sahabat atau tabiin dan pengikut mereka dalam perkara memuliakan guru dan orang alim.

Tanpa perlu keliling dunia, dengan kemajuan teknologi, kita pun dapat melihat bagaimana orang alim dimuliakan di berbagai belahan dunia. Ada murid yang sebatas berjabat tangan dengan gurunya, ada yang mengecup kening gurunya, banyak yang mengecup tangannya, ada yang mengecupnya bolak-balik, depan-belakang, ada yang mencium lutut gurunya, sampai ada yang mencium kaki gurunya. Semua itu adalah bentuk penghormatan dan menyasar keberkahan ilmu dan kesalihan sang guru. Semua itu muncul

dari hati, tidak ada paksaan. Tak diajar pun sikap ini akan timbul sendiri dari hati seseorang yang merendah diri di haribaan ilmu pengetahuan. Lebih-lebih ilmu tentang Tuhan dan yang Tuhan inginkan dan perintahkan.

Di nusantara, adab dan akhlak murid kepada guru atau orang alim pun bermacam-macam. Adab-adab umum dalam budaya pesantren dan masyarakat pesantren tentunya jamak dijumpai dalam kehidupan masyarakat nusantara. Akhlak sederhana seperti memuliakan guru dengan semata mencium tangannya, mendahulukannya dalam banyak hal, berdiri saat kehadiran dan ketibaan orang alim, tidak mengangkat lutut saat duduk membersamai guru, membalikkan sendalnya, dan adab-adab lainnya yang mudah dijumpai di pesantren. Di sebagian daerah bahkan ada yang membungkuk saat dilewati guru atau orang alim, mundur ke belakang saat hendak keluar dari kehadiran guru, sampai ada sebagian murid yang mengusung tandu tempat duduk demi menghormati ilmu sang guru.

Di luar pesantren, masyarakat umum di negeri ini juga sudah terbiasa dengan budaya menghormati orang alim. Bahkan yang tidak ke pesantren atau mengaji sekalipun. Jangan heran melihat masyarakat membungkuk mencium tangan ulama, memprioritaskan mereka di acara-acara kemasyarakatan, membawa bayi baru lahir agar ditahnik atau sekadar disentuh usap kepala saja oleh Teungku, dan bahkan memberikan harta dan waktu mereka untuk orang alim. Panen dari sawah, kebun, dan hasil tambak ikan acap kali dibawakan ke rumah Kyai sebagai hadiah dan bentuk cinta. Bila Anda menjadi orang alim dalam masyarakat seperti ini, jangan harap masyarakat akan membiarkan Anda menanggung beban belanjaan atau ikut menggotong jenazah ke kuburan. Penghormatan ini tidak saja dilakukan terhadap ulama, tapi anak dan keturunannya pun tak luput dari rasa hormat masyarakat. Tak ada maksud lain dari mereka selain memuliakan ilmu dan ahlinya. Mereka melakukannya dengan suka cita.

Di pihak lain, menjadi orang alim dalam masyarakat dengan budaya seperti di atas memang susah. Risih, iya. Tak enak, iya. Tapi mau bagaimana lagi, masyarakat sudah kadung menganggap hal itu sebagai hak mereka. Tapi pada saat yang sama, menjadi alim dilarang menikmati semua penghormataan dari murid dan masyarakat terhadapnya. Menikmati dalam arti menyukai dan mengharapkan berbagai bentuk penghormatan di atas ditujukan padanya. Larangan besar itu. Haram hukumnya menyukai dihormati. Tengok saja hadis dalam musnad Ahmad tentang kecaman terhadap orang yang suka orang lain berdiri untuk menghormatinya. Cukuplah menyukai penghormatan sebagai tanda bahwa seseorang belum pantas menjadi orang alim.

Dalam syariat sendiri, memuliakan dengan cara mencium tangan adalah sunnah, terutama mencium tangan orang alim, orang saleh, atau orangtua. Apakah itu sekadar menghormati atau mengambil keberkahan. Banyak dalil tentang ini, di antaranya yang disebutkan di muka tulisan. Lain halnya bila dilakukan demi harta, jabatan, atau kekuasaan. Makruh banget itu mencium tangan orang kaya karena kekayaannya. Memang ada khilaf di antara para ulama tentang mencium tangan sambil membungkukkan badan, namun yang rajih dan kuat adalah boleh menjura alias membungkuk bila dengan tujuan menghormati. Adapun budaya dan tradisi lainnya dalam memuliakan ilmu dan ahlinya tentu tidak mengapa selama dalam batas rambu-rambu syariat.

Anda bisa jadi terheran-heran dengan sebagian tradisi pesantren dalam memuliakan orang alim. Masyarakat dan santri yang melakoninya tanpa paksaan, kok. Mereka hanya mengekspresikan penghormatan dan cinta mereka terhadap gurunya atau ahli ilmu. Anda bisa jadi sulit menerimanya, tak masalah, itu hanya soal rasa dan kebiasaan. Tak perlu bercita-cita agar tradisi mulia ini dihilangkan, apalagi sampai menganggapnya sebagai bentuk feodalisme. Jauh panggang dari api. Bila berpikiran demikian, bisa jadi kemulian ilmu belum masuk ke dada atau tak tahu pun Anda feodalisme itu apa. Asbun total. Wallahualam. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun