Semua orang mengenal ayahku. Dia orang yang populer. Seorang entertainer, penghibur, pelawak. Orang yang sering muncul di layar kaca dengan banyolannya yang khas dan selalu berhasil menebar tawa ke semua orang. Dan aku bangga kepada ayahku. Pekerjaannya adalah membuat orang lain tertawa. Membuat orang merasakan rasa bahagia.
Namun terkadang, aku sering merasa sedih ketika memikirkan ayahku. Dia selalu menghibur banyak orang nyaris setiap hari. Dia selalu berusaha tampil prima di depan kamera untuk membuat semuanya tertawa dan sejenak melupakan masalahnya. Tapi, siapakah yang akan menghibur ayahku ketika dia membutuhkannya? Siapa yang akan membuatnya tertawa seperti dia membuat semua orang tertawa?
Walau di depan kamera ayahku adalah sosok yang konyol, lucu dan menyenangkan, tapi aku pikir jauh di dalam hatinya dia adalah seorang yang kesepian. Seorang yang selalu menghibur namun tak pernah ada yang balik menghiburnya ketika dia butuh.
Hingga satu hari aku sadar, bahwa akulah, anak satu-satunya inilah, yang seharusnya menghiburnya. Membuatnya tertawa. Jadi, sebagai ungkapan rasa baktiku sebagai seorang anak, aku mulai mencoba membuatnya tertawa setiap pulang dari bekerja.
Cuma, yaa, selera humor ayahku memang sedikit aneh. Tapi aku tak terlalu memikirkannya. Yang penting aku bisa melihat ayahku tertawa.
Dan malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, aku mendengar suara deru mobil ayahku memasuki halaman depan. Aku sudah menyiapkannya. Sebuah tali yang biasa untuk mengikat leher anjing. Aku lingkarkan benda itu di leherku sendiri, sebelum nanti ayahku menarik-nariknya keliling rumah.
Tidak sulit bagiku. Yang harus kulakukan hanyalah menjulur-julurkan lidah, menggonggong menirukan suara anjing dan mengikuti kemanapun ayahku menarik talinya.
Dan dia akan tertawa...
Dia akan bahagia...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H