Kita tahu beberapa hari yang lalu, pemerintah melalui Kominfo berencana untuk memblokir Whatsapp, Google, dan Instagram karena belum melakukan Pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik di Indonesia. Enggak kebayang 3 aplikasi ini seandainya benar-benar ditutup, karena hampir seluruh orang di Indonesia benar-benar ketergantungan aplikasi ini khususnya Whatsaapp.Â
Bayangkan lagi di luar rumah, tiba-tiba komunikasi terputus. Pengen telepon pake pulsa, tapi paketan bulan cuma paket chatting. Ambyar pisan.
Mereka diberikan tenggat waktu hanya sampai tanggal 20 Juli 2022. Aku coba cari-cari informasi mengapa platform besar ini belum mau mendaftarkan, tapi jawaban yang diberikan benar-benar seperti menandakan "kayanya pemerintah Indo suka plin-plan deh, wait and see dulu ah". Coba aja lihat jawaban yang dirilis di KompasTekno.
KompasTekno menghubungi dua platform besar yang beroperasi di Indonesia yakni Meta (Facebook, WhatsApp, IG) maupun Twitter. Keduanya memilih bungkam terkait alasan perusahaan belum memenuhi kewajiban untuk mendaftar PSE. Twitter hanya berkata pihaknya masih memantau dan menganalisis situasi. Sementara Google, menyatakan akan mematuhi aturan yang berlaku.
Kan, kan, kan. Kayanya mereka masih mengulur karena pemerintahnya juga suka mundur-mundur. Pembatasan SIM Card aja masih kaya biasa aja, blokir IMEI juga enggak berasa-berasa amat, dan yang paling mutakhir rencana migrasi ke TV Digital, dibikin mundur-mundur cantik, enggak tahu kapan tanggal dealnya.
-
Aku jadi membayangkan, seandainya benar mereka mau memblokir perusahaan teknologi yang tidak mau mendaftarkan PSE. Siapa yang kira-kira menggantikan peran mereka?
Apakah aplikasi chat asli Indonesia sudah siap menggantikan kestabilan komunikasi yang dihadirkan Whatsapp, atau ternyata karena tidak mendaftar Whatsapp akhirnya disalip MiChat karena mereka sudah melakukan pendaftaraan terlebih dahulu.
Xixixi, nanti ibu-ibu sama bapak-bapak genit bisa liar sekali bermain MiChat setiap waktu.
Tapi jika memang benar-benar terjadi, kasus yang terjadi di China bisa kita gunakan sebagai patokan, mereka bisa saja tetap survive bersosialisasi berkat aplikasi-aplikasi lokal yang didevelop oleh mereka sendiri. Mereka punya Google, Whatsapp, dan segala medsos versi mereka sendiri.