Apakah PSBB berbeda dengan lockdown? Lalu apalagi bedanya dengan mini lockdown sebagai intervensi berbasis lokal yang dinilai lebih efektif dalam mengendalikan penyebaran Covid-19?
Mari kita lihat PSBB yang sudah diterapkan tiga kali di Jakarta (April, Juni dan September). Salah satu experience-based dari Jakarta adalah, bahwa selama Jakarta tidak menerapkan PSBB yang koordinatif, komprehensif dan integratif dengan daerah-daerah penyangga di sekitarnya (Jawa Barat dan Jawa Tengah), maka  penerapan  kebijakan PSBB tidak akan mencapai hasil yang maksimal seperti yang terjadi selama ini. Hasilnya jauh sekali dari signifikan.
Pada bulan Juni, pernah terjadi penurunan grafik, tetapi kalau kita lihat dengan jeli, itu bukan sepenuhnya hasil PSBB, melainkan karena terjadinya mudik.Â
Sehingga terjadi tumpahan mangkuk merah Jakarta dan memunculkan epicentrum baru di daerah-daerah lain di Indonesia. Kebijakan yang parsial tidak akan memberikan hasil yang signifikan, seperti yang selama ini terjadi di Indonesia.
Kedua, kepemimpinan yang kuat dan memberikan teladan.
Tugas utama untuk pemimpin negeri ini adalah melindungi dan menyelamatkan nyawa rakyatnya. Pemerintah, DPR dan lembaga-lembaga lain yang telah memeroleh mandat rakyat untuk memimpin negeri ini harus memberikan jaminan dan kepastian agar rakyat mendapatkan harapan untuk menyelesaikan persoalan pandemic saat ini. Selain tepat mengambil kebijakan (yang bijak) sekaligus menjadi teladan.
Tidak dengan pernyataan yang berubah-ubah, bahkan berbeda-beda antara pimpinan tertinggi dengan para pembantunya. Atau dengan pernyataan dan perintah ragu-ragu, tidak konsisten (PSBB untuk lockdown, lockdown mini untuk isolasi orang) dan sebagainya yang menyebabkan rakyat semakin bingung dan semakin abai pada pandemic.Â
Segala tindakan dan sikap para pimpinan negeri ini harus fokus pada kepentingan keselamatan nyawa rakyat, bukan untuk uji coba pendekatan.
Ketiga, tanggungjawab seluruh rakyat Indonesia (Civic Responsibility).
Hingga enam bulan berjalannya pandemi Covid-19, dokter Tifauzia Tyassuma, Pendiri Komunitas Relawan Pejuang Lawan Covid-19 (RPLC-19) menilai peran serta rakyat Indonesia masih sangat minim dalam ikut serta menghentikan laju pandemic.
Mayoritas rakyat Indonesia (kita) berperan terbatas, diperankan atau memerankan diri (hanya) sebagai penyaksi dan sekaligus korban dari situasi pandemic ini.Â