“Andis, kok salah semua mengerjakannya? coba sini dibenerin lagi” kataku saat itu ketika melihat semua kerjaan muridku yang masih baru masuk bangku kelas satu sd ini salah semuanya.
“Nggak mau, aku capek kak, aku tadi pulang siang sekali, trus les membaca, trus sekalarang les lagi, aku capek, rasanya kayak keliling dunia.” katanya memelas dengan mata berkaca-kaca.
Bagaimana hatiku tidak rontok mendengarnya mengatakan demikian, keluhan yang sangat jujur yang keluar dari mulut anak yang belum genap berusia tujuh tahun. Ingin rasanya aku memeluknya dan mengajaknya keluar dari ruang kelas itu, tapi apalah daya, aku hanya seorang pengajar di bimbingan belajar yang terkekang dengan aturan-aturan lembaga. Dan yang bisa kulakukan kemudian hanyalah tersenyum dan memutar otak agar aku tak menyiksanya lebih kejam lagi.
“Oh ya? wah… Andis hebat ya, udah kayak superman.” kataku sembari kuacungkan dua jempolku padanya.
Sebelum ia berkeliaran ku pegang tangannya dan kukatakan padanya, “Andis boleh main-main dulu, tapi nggak boleh berisik ya, kalau andis berisik nanti mengganggu kelas lainnya, dan nanti kalau sudah selesai mainnya, Andis berubah jadi superman lagi ya, kita hajar sama-sama soal yang salah tadi, nanti kakak bantu, oke kapten?”
“Yaaaaahhhhh… aku caappppekk kaaakkk” sambungnya lagi dengan wajah memelas.
“Kakak bantu, ya? nanti dapet bintang kalau bisa benerin ini semua.”
“Hhmmmmmmmmmmmmmmmmm…. Iyadeh, nanti bintangnya dua ya.” jawabnya dengan sumringah.
Kujawab dengan anggukan dan senyuman, dan kemudian membiarkannya berkutat dengan puzzle-puzzle bermotifkan angry bird.
Malang, 10 September 2014
****