Kawan, Andis adalah muridku yang begitiu ceria, dulu ketika TK ia adalah murid yang sangat bersemangat, datang nyaris paling awal, dan terkadang justru tak ingin pulang ketika pelajaran sudah berakhir, aku sampai kerepotan mengakhiri kursus karena ia tak ingin ini diakhiri. Tapi ketika ia masuk sd, ia sering bolos kursus, soal yang ia kerjakan sering salah, dulu ketika TK ia langganan mendapat nilai sempurna, sekarang justru kebalikan.
Orang tuanya mengeluh pada pihak bimbingan belajar, kemudian pimpinan menegurku. Aku katakan tak ada yang salah dengan Andis, konsentrasinya saja yang terganggu, dan itu bukan karena kelainan atau apa, tapi karena orang tua yang terlalu memforsis andis. Ah, ingin rasanya aku marah. Sadarlah bunda, anak anda bukan kuda pacuan yang bisa diikutkan perlombaan untuk mendapatkan medali kemenangan. Mereka adalah anugerah Tuhan dengan segala yang ada padanya.
Hingga akhirnya sekarang Andis berhenti kursus, entah berhenti kursus di tempat aku mengajar atau benar-benar berhenti. Tapi aku harap ia benar-benar mendapatkan hal yang seharusnya ia dapat diusianya, kebebasan untuk mngeksplor kreativitas dengan bermain, bukan mengasah puluhan skill.
Tapi kau tau kawan, aku sangat merindukannya sekarang. Namun bahkan menghubuinginya pun aku tak bisa. Birokrsi lembaga memang aneh, tidak mengizinkan tentor untuk terlalu dekat dengan anak didik, apalagi punya nomor hp, haram hukumnya memberikan nomor hp ke anak didik, apa yang salah coba?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H