Mohon tunggu...
LELO YOSEP
LELO YOSEP Mohon Tunggu... profesional -

Guru Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Universitas Bunda Mulia Jakarta. Sekretaris Eksekutif Paroki Santo Kristoforus Jakarta. Peneliti Kepariwisataan Daerah Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Wakil Sekretaris DPD HANURA DKI Jakarta. Berasal dari desa kecil dan terpencil di Flores. Sehari-hari berkeyakinan orang menajamkan sesamanya dengan caranya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pak Beye dan Logika Pesantren Jadul

11 Oktober 2010   13:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:31 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komjen Polisi Timur Pradopo menjadi calon Kapolri pilihan Pak Beye. Calon Kapolri rasa Cikeas ini menjadi ironi Setgab Koalisi pemerintahan Pak Beye.Alih-alih memantapkan nilai dan visi demi konsistensi terlaksananya sistem demokratis, Setgab Koalisi justru menjadi hulu berbagai keputusan strategis, tapi kontroversial. Pilihan Pak Beye tadi, misalnya, telah menyulut tiga persoalan.

Pertama, Pak Beye memandang sebelah mata kontrol sosial media nasional sebulan soal siapa antara Komjen Polisi Nanan Sukarna dan Irjen Polisi Imam Sujarwo menjadi Kapolri, demi reformasi internal Polri khususnya dan penegakan hukum umumnya. Kedua, Pak Beye menyulut perang terbuka antara pimpinan DPR dan sejumlah anggota Komisi III DPR. Perseteruan bertolak dari perbedaan pandangan soal siapa dan kapan calon Kapolri bertemu DPR. Pimpinan DPR dari Setgab Koalisi telah mengundang dan berdialog dengan calon Kapolri versi Cikeas di Senayan tanpa prosedur yang lazim di Komisi III DPR.Ketiga, Pak Beye resisten terhadap terbagai kritikan atas calon Kapolri karbitan itu dengan alasan bahwa kritikan masyarakat hanya agenda politis terselubung parpol tertentu.

Tiga persoalan ini mengindikasikan Pak Beye mengendalikan Setgab Koalisi dengan gaya karismatis seperti di pesantren jadul.Karisma kiai di pesantren merupakan faktor dominan untuk membuat keputusan strategis mengingat pesantren adalah ibarat kerajaan kecil. Apapun bentuk tindakan dan respons sang kiai merupakan pilihan terbaik bagi pesantren, terlepas adanya penilain negatif dari pihak lain di dalam atau pun dari luar pesantren. Pola pemikiran yang deduktif-dogmatis seperti ini merupakan corak yang mendominasi dinamika pesantren.

Pemikiran deduktif-dogmatis Pak Beye pun amat efisien dan efektif mengendalikan Setgab Koalisi sebab ada 75% kursi legislatif menopang keputusan Pak Beye. Pak Beye telah melakukan kekeliruan karena memandang sebelah mata kekuatan politik alternatif seperti media masa dan Indonesian Police Watch (IPW), yang kritis terhadap bahaya politisasi jabatan Kapolri. Politisasi itu menciptakan independensi Polri dalam penegakan hukum. Jadi, keberadaan Setgab Koalisi sesungguhnya tidak lebih dari sekadar komplementer (pelengkap) untuk memperkuat ekspansi kekuasaan Demokrat melalui Pak Beye ke jabatan-jabatan strategis untuk konsolidasi 2014.

Idealnya, koalisi dalam sistem demokrasi seharusnya membentuk kepemimpinan yang memperkokoh mekanisme sistemik agar legislatif, eksekutif, dan yudikatif bekerja dalam kaidah-kaidah hirarkis dan fungsionalnya masing-masing dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang tinggi. Hal ini berarti Setgab Koalisi Pak Beye seharusnya menghasilkan berbagai kebijakan yang membawa perubahan besar dan mendasar bagi kesejahteraan rakyat, bukanjustru menjadi pendobrak berbagai akses ketidakadilan dalam hidup berbangsa dan bernegara di NKRI.

(Lelo Yosep, Pengurus DPD HANURA DKI Jakarta dan Ketua Atlasia Stata)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun