Pelayanan kesehatan adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, memulihkan, dan melindungi kesehatan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO), pelayanan kesehatan menjadi bagian dari sistem kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan yang dapat berupa tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (WHO, 2021). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak dasar yang harus diberikan secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat (Maulana dan Avrillina, 2024).
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia yaitu dengan adanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan atau juga dikenal sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). BPJS Kesehatan merupakan badan penyelenggara jaminan kesehatan yang dibentuk pemerintah untuk memberikan perlindungan kesehatan yang terjangkau namun tetap berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Anggaran BPJS berasal dari iuran peserta, bantuan pemerintah, dan dana operasional. Jika dana operasional yang ditetapkan tidak mencukupi, BPJS Kesehatan dapat mengajukan tambahan anggaran kepada menteri keuangan.
Dalam pelaksanaannya, terdapat banyak keluhan dari pasien yang merasa adanya kesenjangan dalam pelayanan kesehatan antara peserta BPJS dan peserta umum. Perasaan ini dapat bersifat subjektif namun tentunya terdapat alasan di balik hal tersebut. Waktu tunggu yang lebih lama sering dialami oleh pasien BPJS akibat tingginya jumlah pasien, terbatasnya sumber daya tenaga kesehatan, dan proses administrasi yang rumit (Khalimah dan Pantiawati, 2022). Selain itu, pemberian obat kepada pasien BPJS harus mengikuti aturan daftar obat terpilih yang berada dalam Formularium Nasional (Fornas), sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memilihnya. Lain halnya dengan pasien umum yang bebas untuk menggunakan obat apa saja serta tidak banyak dokumen administrasi yang harus diinput karena mereka menanggung penuh biaya tersebut.
Terbatasnya sumber daya manusia atau tenaga medis serta fasilitas juga akan menjadi tantangan, karena dengan jumlah pasien yang mencakup seluruh masyarakat Indonesia, keterbatasan tersebut mempengaruhi kualitas pelayanan yang diterima pasien BPJS. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi dalam penanganan pasien dan perhatian yang terbagi untuk banyak pasien dalam satu waktu. Tak jarang kita temui, tenaga medis mengalami kelelahan sehingga pelayanan kepada pasien menjadi kurang optimal. Di lain sisi, pasien umum akan mendapatkan perhatian yang lebih banyak terutama di pelayanan kesehatan swasta, sehingga memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Faktor yang menjadi penyebab dari kesenjangan ini yaitu kurangnya pembiayaan yang dialokasikan untuk BPJS. Walaupun anggaran untuk BPJS dapat dibilang cukup besar nominalnya, namun jika dibagi untuk seluruh peserta BPJS yang per bulan Juni 2024 mencapai 97,9 persen masyarakat Indonesia, hal tersebut dapat dikatakan kurang. Anggaran untuk BPJS pun setiap tahunnya meningkat. Pada tahun 2024 misalnya, anggaran kesehatan diproyeksikan mencapai Rp187,634,1 miliar yang naik sekitar 3 persen dari tahun 2020 dan sebagian besar dialokasikan untuk percepatan pengadaan sarana kesehatan untuk mendukung transformasi sistem kesehatan (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2024).
Untuk mengatasi kesenjangan ini, pemerintah telah terus berusaha untuk meningkatkan layanan pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2023 dan Perpres No. 59 Tahun 2024 dengan melakukan pengelolaan manfaat, tarif, dan iuran peserta untuk mengatasi potensi defisit. Pemerintah juga akan meningkatkan output prioritas seperti pendidikan dokter spesialis, pengawasan pasar dari bahan berbahaya, serta pembinaan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Walaupun strategi-strategi dari pemerintah ini bersifat positif, namun masih terdapat hal-hal kecil yang luput dari perhatian pemeirntah yang juga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Misalnya, optimalisasi pelatihan tenaga medis, pengelolaan sumber daya di daerah terpencil, serta peningkatan teknologi informasi dalam administrasi kesehatan.
Penelitian oleh Suwardi dkk (2021), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pelatihan tenaga medis terdapat kualitas pelayanan yang diberikan. Wawuru dkk (2024), juga mengatakan hal serupa dengan penelitiannya yang berfokus pada pelatihan tenaga medis yang menghasilan efisiensi dalam penggunaan sistem manajemen kesehatan sehingga mempersingkat waktu tunggu yang menjadi keluhan utama pasien BPJS.
Pengelolaan sumber daya di daerah terpencil juga akan meningkatkan pelayanan BPJS, karena wilayah-wilayah ini seringkali terhambat dalam aksesibilitas, ketersediaan fasilitas, serta jumlah tenaga medis. Pomeo (2024) menyatakan bahwa perlu diadakannya evaluasi terhadap upaya yang telah dilakukan seperti program insentif, pelatihan, dan dukungan infrastruktur yang dirasa masih belum maksimal di daerah terpencil. Sehingga dengan berbagai strategi ini, diharapkan pelayanan BPJS akan menjadi lebih merata untuk seluruh peserta di berbagai wilayah di Indonesia.
Referensi :
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2024). Nota Keuangan Beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/a7a2dbde-9264-478e-a841-05e7ad94fa12/02-Buku-II-Nota-Keuangan-RAPBN-TA-2025.pdf?ext=.pdf
Khalimah, V. N., & Pantiawati, I. (2022). Studi Literatur Review Analisis Perbedaan antara Kualitas Pelayanan Pasien BPJS dengan Umum di TPPRJ Rumah Sakit dan Pukesmas di Indonesia. Jurnal Publikasi Kebidanan, 13(1).