Tua, sakit-sakitan, itulah kata-kata yang sedang menemani seorang bapak
Lemah, lemas, selalu mendekap dalam tubuh seorang bapak
Seorang bapak yang pada tempo dahulu sangat kuat dan giat bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya
Seorang bapak yang tegap berjalan dengan sepatu yang mengkilap dan terlihat licin, sampai-sampai orang lain pun takut menginjaknya
Seorang bapak yang selalu membangunkan anak-anaknya pada saat adzan subuh berkumandang dengan menggedor-gedor pintu-pintu kamar apabila anak-anaknya belum juga bangun dari tidurnya yang tak tahu diri
Seorang bapak yang selalu mengantar anak-anaknya sekolah hingga anak-anaknya mampu berdiri di atas kaki sendiri dengan ilmu yang didapatinya
Seorang bapak yang rela berkorban, rela menahan malu, rela tersakiti karena tingkah polah anak-anaknya
Seorang bapak yang selalu terbangun pada tengah malam sambil menahan rasa kantuknya karena baru saja tertidur dan harus terbangun mendengar rengekan anaknya yang merintih kesakitan karena penyakit asmanya kambuh
Seorang bapak yang tak pernah mengenal kata lelah sampai ketika baru saja pulang kantor, langsung mengambil obeng dan peralatan lainnya untuk membetulkan mesin pompa air di rumah yang macet sehingga seorang ibu merasa kesulitan untuk mencuci piring
Seorang bapak yang terus mengajarkan kejujuran walaupun pahit untuk diungkapkan
Seorang bapak yang tak rela melihat anak-anaknya dirundung kesedihan dan kesusahan
Seorang bapak yang meneteskan air mata karena merasa tak sanggup menahan beban perasaan yang perih oleh banyak hal
Hingga kini, seorang bapak tersebut masih berharap melihat cahaya kilau kebahagiaan dari tiap anak-anaknya
Kebahagiaan hakiki, kebahagiaan abadi, hingga pada suatu masa, seorang bapak tersebut dapat bertemu kembali dengan seorang ibu dan seluruh anak-anaknya pada suatu tempat yang diridhoi-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H