Mohon tunggu...
Muhammad Junaedi Mahyuddin
Muhammad Junaedi Mahyuddin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ketika dirimu mampu mengalahkan penyakit hati, saat itu pula kau mampu menjadi manusia yg sebenarnya-saya hanyalah penikmat hidup-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catatan Kecil Setelah Ujian Nasional

16 April 2014   09:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:37 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ujian Nasional tinggal menghitung hari. Sudah siapkah kalian untuk menapaki jenjang sekolah selanjutnya?, atau kalian hanya akan berhenti pada tingkat sekarang ini, saya berharap kalian siap!. Apabila diantara kalian masih ada yang belum siap (ragu-ragu, galau) atau belum mengetahui ke mana ia akan melangkah. Tunggulah, dirimu (siap atau tidak siap) akan digilas oleh perkembangan zaman karena masa depan tidak membutuhkan pemuda yang ragu-ragu (galau). Sudah seharusnya kalian menjadi pemuda(i) yang berani, pemuda yang memiliki cita-cita. Karena keberanian dan cita-cita yang kalian miliki akan menuntun kalian atau menjadi senjata ampuh kalian dalam menapaki kehidupan ini. Di sekitar kalian, entah itu dari layar televisi, buku, dan mungkin orang disekitar kita telah membuktikan bahwa orang yang mempunyai cita-cita dan berani dalam melangkah yang dapat menaklukkan masa depannya. Mari kita melihat tokoh petualang Ikal dalam novel Laskar Pelangi seorang novelis.  Di Novel tersebut bercerita kehidupan kanak-kanak beberapa bocah di Belitong. Andrea Hirata memulainya dengan kisah miris dunia pendidikan di Indonesia dimana sebuah sekolah yang keurangan murid hendak ditutup. Sekolah tersebut adalah SD Muhammadiyah di Gantung Belitung Timur. Namun, karena murid yang terdaftar genap 10, sekolah dengan bangunan seadanyatersebut tetap diijinkan beraktifitas seperti biasanya. Ke-sepuluh murid tersebut adalah para laskar pelangi. Nama yang diberikan guru mereka bernama Bu Muslimah, oleh karena kegemaran mereka terhadap pelangi. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca Novel itu. Jangan buat banyak alasan untuk tidak memiliki Novel tersebut. Ruangan sekolah yang sangat tidak memadai, lebih tepatnya sangat mirip dengan kandang hewan,mampu menyulap keceriaan anak-anak untuk melupakan sejenak keterbatasan yang dimiliki sekolah dan murid2nya. Penyulap itu bernama Ibu Muslimah dan Bapak Kepala Sekolah. Seorang guru dan bapak pemimpin yang sangat jarang ditemukan di negeri ini.Ibu guru honorer dengan gaji pas-pas an yang yang kadang tidak dibayar, senang hati untuk mengajar dengan tujuan “dia tidak ingin melihat anak didiknya putus harapan-mereka juga punya hak untuk bermimpi” Masih terngiang dikuping saya, nasihat Almarhum Bapak Prof. Dr. Saeruddin Mandra, M. Sc, sepekan sebelum beliau meninggal saya mengunjungi rumahnya meminta restu untuk melanjutkan Sekolah di luar Pulau Sulawesi.  Beliau berpesan dalam bahasa Mandar “ pasiolai akke’na lette’mu anna elo’mu,  pajjari tauo untuk meppacoai alewemu anna paqbanuamu, sae tuwou di lini, inggannana sola-solau nagallarangan to mandar to barani, tania barani sialla tapi baranii mapogau anu tongang” jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kira-kiraartinya seperti ini “ ketikamelangkah, melangkahlah sesuai dengan cita-cita, angkatlah kakimu sesuai dengan cita-citamu, hiduplah untuk menjadi manusia yang dapat memperbaiki dirimu dan daerahmu, selama saya hidup di dunia ini, teman-teman saya memberikan julukan pada orang Mandar sebagai orang berani, bukan berani berkelahi (adu jotos) tapi berani untuk melakukan hal yang benar”. Beliau juga bercerita tentang dirinya pada saatmenempuh Sekolah Rakyat (setingkat SD) hingga dapat meraih gelar Professor (pencapaian tertinggi bagi kalangan akademis). Buah dari keringatnya makin ternilai ketika UNM yang pada waktu itu masih bernama IKIP Ujung Pandang memberinya gelar Guru Besar. Saya hanya akan mengambil garis besar yang saya rasa sesuai dengan cerita yang saya tulisakan pada ruang ini. Semasa beliau sekolah, yang pada waktu itu sekolah sangatlah sulit, sungguh banyak hambatan yang dilaluinya. Dimulai dari jarak sekolah dari rumahnya yang cukup jauh, ditempuh hanya berjalan kaki dengan teman-temannya, sore harinya beliau mengambil air di sungai. Kegiatan rutin itu ia lakukan dengan semangat dan tak pernah mengeluh, beliau melakukannya dengan senang hati guna memujukkan cita-citanya, yang kala itu hanya ingin menjadi guru. Beliau paling ingat ketika bermain sambil menjaga ternaknya (kerbau) sambil selalu membawa buku. Selanjutnya, pada waktu kuliah di luar negeri, hambatan bertambah banyak, tapi yang paling utama adalah biaya perkuliahan, tapi Alhamdulillah beliau bisa melaluinya dengan sukses setelah bersusah payah dengan mencari uang tambahan dengan bekerja di negeri orang. Walhasil,beliau tidak hanya menjadi guru, beliau menjadi gurunya guru. Beliau menutup ceritanya dengan cerita yang sangat tragis, menurutku. Di zamannya, orang Mandar  banyak yang memiliki tingkat intelegensi di atas rata-rata, hanya sedikit (bahkan bisa dihitung jari) yang mampu melanjutkan pada tingkat selanjutnya yang pada waktu itu setingkat SMA. Banyak orang tua yang melarang anaknya untuk melanjutkan sekolah dengan alasan kurangnya biaya. Saya kemudian membayangkan, seandainya saja para orang dahulu kita tetap melanjutkan sekolah, kita akan banyak memiliki para tokoh-tokoh berkelas, seperti Ki Hajar Dewantara. Tapi itu tak bisa disalahkan karena pada waktu itu situasi sangatlah sulit, banyak yang berhenti sekolah karena keamanan yang belum kondusif. Tapi sekarang, banyak orang Mandar yang memiliki mental lemah, mempunyai cita-cita ala kadarnya, semangat juangnya rendah, mentalnya mental pemarah hanya dengan alasana siri” mereka rela berkelahi yang tak jarang menelan korban. Intinya sekarang, sambil membasuh matanya yang mulai berkaca-kaca, sekolahlah dan jangan pernah takut untuk bermimpi, jangan pernah buat alasan bahwa saya kurang mampu dalam hal intelegensi dan materi karena sekarang sudah banyak sumber informsai pengetahuan dan sudah banyak bantuan beasiswa yang dapat kita gunakan untuk meraih mimpimu, giatlah dalam belajar, disiplin, patuh terhadap orang tua dan berdoa kepada Sang Pencipta. Tugas guru dan kepala sekolah Saya yakin hampir semua orang yang pernah berada diposisiseperti kalian pernah merasakan hal yang sama, ragu, pesimis, tidak tau ke mana akan melangkah. Itu dikarenakan di sekolah kita, fungsi Guru khusunya Guru Bimbingan belum melaksanakan tugasnya dengan baik. Seperti yang tertulis dalam Pedoman Bimbingan Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PGK & PTK Dep.Dikbud. 1992. 1) Tugas profesional Tugas  profesional  ialah  tugas  yang  berhubungan dengan profesinya.Tugas profesional ini meliputi tugas mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan. 2) Tugas manusiawi Tugas manusiawi adalah tugas sebagai manusia. Dalam hal ini baik guru mata pelajaran bidang studimaupun guru mata pelajaran lainnya bertugas mewujudkan dirinya untuk merealisasikan seluruh potensi yang dimilikinya. Guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpatik sehingga ia menjadi idola siswa. Di samping itu transformasi diri terhadap kenyataan di kelas atau di masyarakat perlu dibiasakan, sehingga setiap lapisan masyarakat dapat mengerti bila menghadapi guru. 3) Tugas kemasyarakatan Tugas kemasyarakatan ialah guru sebagai anggota masyarakat dan warga negara seharusnya berfungsi sebagai pencipta masa depan dan penggerak kemampuan. ​Saat ini, sudah sangat sulit menemukan guru yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dalam kategori yang saya jelaskan di atas. Terlebih dalam hal pemberian motivasi kepada siswanya. Memang banyak persoalan yang menghinggapi pendidikan kita terutama sekolah, dimulai dari sebagian para guru menyoalkan gaji, perubahan kurikulum dsb. Tahukah kita, dari banyaknya alasan yang terlontar dari mulut, membuat kita dalam pertanggung jawaban tugas jadi setengah-setengah. Guru hanya menjadi momok yang menakutkan bagi murid, guru yang membunuh semangat kreatifitas peserta didiknya. Terlepas dari hal tersebut, saya rasa guru juga harus mengoleksi Novel Laskar Pelangi untuk dibaca, sayang kan, jika gaji sertifikasi hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer, seperti tas, pakaian, atau cicilan mobil. Bagi kepala sekolah saat ini saya melihat kepala sekolah belum mampu melihat atau melakukan upaya untuk mencari link-link beasiswa yang sudah bertebaran. Ini memang bukan tugas pokok kepala sekolah akan tetapi hal ini juga perlu untuk diperhatikan. Belum lagi dalam manajemen yang diterapkan dalam sekolah, masih belum maksimal,sebagai contoh sederhana, sampai saat ini di Surabaya(baca:http://surabaya.tribunnews.com/2014/02/15/jelang-pendaftaran-snmptn-3-juta-siswa-belum-miliki-nisn)saya membaca surat kabar online bahwa masih banyaksekolah yang belum mendaftarkan sekolahnya untuk memverifikasi data NISN (Nomor Induk SiswaNasional)- semoga saja hal yang terjadi di Surabaya tidak terjadi di Sulsel dan Sulbar. Pemimpin sekolah belum mampu mengarahkan guru-gurunya terlebih kepada guru BK untuk memberikan ruang yang sangat layak dan memberikan keluasan untuk melaksanakan tugasnya. Sampai saat ini saya belum tahu, apakah kepala sekolah yang belum tahu fungsi guru BK atau Guru BK nya yang tak mau menjalankan tugas dan fungsinya. Seandainya tugas guru  dan guru BK berjalan dengan fungsinya sungguh sangat banyak siswa yang mampu berkembang sesuai dengan bakat, minat dan karir mereka. Tugas orang tua Ada faham yang sampai saat ini melekat pada orang tua, mereka hanya menjadikan sekolah sebagai ladang pengetahuan artinya belajar itu hanya di sekolah dan yang menjadi tugas mendidik itu hanyalah guru. Mendengar perkataan ini, sungguh tidaklah tepat karena yang paling berperan penting dalam perkembangan anak adalah keluarga khususnya orang tua. Waktu anak di sekolah hanyalah beberapa jam dan selebihnya namyak dihabiskan di rumah. Saya sudah sering melihat orang tua melakukan pembiaran dalam tugas mengajar anak. Sebagian orang tua hanyalah sibuk untuk mencari uang sehingga lupa dengan pengawasan kepada anaknya. Adalagi orang tua yangberpesan bahwa sekolahmu hanya sampai di Sekolah Menengah Atas saja, bantu orang tuamu untuk mencari uang. Yang parah lagi ada orang tua yang memaksakan anaknya memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakat minat anaknya. Orang tua menjadi orang tua yang serba tahu tentang hingga masa depannya saja, dia mengetahuinya. Tahukah kita memaksakan kehendak kita berada pada tempat yang kurang sesuai dengan bakat minat yang dimiliki anak kita justeru membuat anak kita semakin tertekan, takut untuk bermimpi karena mereka menganggap mimpi mereka ada pada orang tua. Orang tua selalu berangkat dari pandangan yang menurutnya menjanjikan dan membuat anaknya bahagia, padahal belum tentu jurusan tersebut sesuai dengan bakat dan minat anaknya. Saat ini ada beberapa jurusan yang sangat menjanjikan, yakni: dokter, polisi, guru, bidan, perawat. Jika. Mereka,orang tua, berbondong-bondong memasukkan anaknya pada jurusan tersebut bahkan beberapa melakukan segala cara agar anaknya diterima di jurusan tersebut. Bagi para orang tua yang memiliki faham sepertiitu seharusnya sadar bahwa semua anak telah mempunyai rejekinya masing-masing. Kita sebagai orang tua harusnya menjadi motivator (pemberi motivasi) agar anak-anak kita mampu bermimpi dan mewujudkan mimpinya. Kita jangan menjadi orang tua yang menjadi penghambat dan pendorong anak menuju lembah kehancurannya. Apa yang bisa dipetik dari Novel Andrea Hirata. Pesan+cerita beliau, Prof. Dr. Saeruddin Mandra, Msc dan pemaparan singkat ini. Kalianlah yang dapat memetiknya, saya hanya ingin menyampaikan. Catatan: Ijinkan saya mengucapkan terima kasih walaupun di lembar ini kurang tepat untuk dijadikan sarana penyampaian. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada orang tuaku, guru-guru, dan teman seperjuanganku karena masih membiarkan mimpiku menyala. Aku bertahan di dunia ini karena masih punya mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun