(1)
Aku berbincang dengan diri sendiri, lewat percakapan hati
mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang berkelindan.
(2)
Selama ini saya bertanya, dimanakah Tuhan sebenarnya berdiam
Ada kala kutemukan Tuhan di tengah keramaian, atau di kesunyian
(3)
Kadang aku melihat Tuhan di tengah keramaian pasar.
Kadang dalam riuh jalanan. Tersenyum, di antara kemelaratan.
(4)
Lain waktu, aku melihat Tuhan ada di tengah kesunyian malam
Rumah ibadah yang telah sepi, bahkan dalam bias lampu merkuri.
(5)
Terkadang aku kehilangan Tuhan. Ku cari di pasar, di jalanan
Tak jua kutemukan. Hingga kesepian malam. Kemana Tuhan?
(6)
Hingga, tiba-tiba dari dadaku, dari hatiku. Ada panggilan.
Semacam ketukan pintu. Aku melihat ke dalam hatiku. Ada Tuhan disana.
(7)
Ternyata Tuhan selama ini berdiam, di hati. Tanpa pernah kusadari.
Ia sabar menunggu kita. Menyadari keberadaan-Nya dalam sadar.
(8)
Dalam kebesaran-Nya, Ia sabar. Diam dalam sempit hati.
Namun sering kita abai. Kita sadar, hati dihuni orang tecinta.
(9)
Namun tak pernah sadar, ada sang Maha Besar. Ada sang Maha Cinta.
Di sana, di hati kita. Kerinduan kita pada-Nya tak pernah teraba
(10)
Ya Tuhan sang Maha Cinta, ajarkanku makna cinta. Ya Tuhan sang Maha Rindu.
Sadarkanku makna rindu. Inilah aku, kekasih yang lama abai, pada-Mu.
rumahhijau: 22-23 Oktober 2010: suatu malam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H