Mohon tunggu...
Nurlela lela
Nurlela lela Mohon Tunggu... -

baik hati, tidak sombong, rajin menabung, rajin sholat dan tak lupa mengaji dikala petang! amin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketidaksempurnaan Bukan Halangan untuk Maju ke Depan

23 Januari 2014   16:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

pagi ini seperti biasa diana bangun pagi dan bergegas untuk semua kegiatan yang akan dilakukan. Namun sepertinya waktu masih sedikit longgar baginya. Jarum jam pada sebuah weker nya masih menunjukkan pukul 05.30. “ah…satu jam lebih lagi ke kampus .” Pikirnya. Perlahan Diana beringsut dari tempat tidur ke balkon. Angin pagi menyambutnya dengan terpaandingin yang menusuk. “dinginnya…”.gumamnya sembari gemetaran dan memeluk dirinya.

Sesekali pandangannya menyapu jalan dibawah rumahnya. Banyak yang berlalu lalang. Diana tersenyum melihat seorang anak kecil bersama kedua orangtuanya yang sedang jogging. Dengan semangat anak kecil itu melangkah dengan sombongnya mendahului kedua orangtuanya. Tidak jauh dari itu ada seorang anak perempuan berjalan seorang diri. Diana tertegun. krekkk… Diana sontak kaget. “gak berangkat na?” tiba-tiba ibu nya muncul dari balik daun pintu. “ibu bikin kaget saja”. Cemberut Diana.

“kamu gak berangkat? Sarapan dulu!”.perintah ibu. “iya bu, bu siapa anak perempuan itu? Sepertinya Diana baru melihatnya.” Tunjuk Diana kebawah. Ibunya celingukan. “oh itu, tari dia tetangga baru kita. Baru pindah semalam Masa kamu tidak tahu? Dia seumuran dengan kamu lho.” Jelas ibu. Diana sontak kaget. “ masa iya bu?” Tanya nya tidak percaya. Bagaimana mungkin tubuh nya kecil seperti anak kecil. kira-kira 135cm. “kata ibunya dia punya penyakit dari kecil. Kalau tidak salah.apa ya?”tanya ibu. “yah…ibu mana diana tahu. “ ya udah kamu sarapan dulu, baru ke kampus, pulang kuliah nanti silahturami kerumahdia. Mana tahu kalian bisa berteman baik.” Perintah ibu. “iya bu”. Diana menurut.

Sepulang sekolah Diana Menyempatkan untuk bersilahturami ke tetangga sebelah. Bukan karena perintah ibu. Tapi hati nya tergerak untuk mengenal tari lebih jauh. Ting tong…Diana menekan tombol bel rumah tersebut. Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya kira-kira seumuran ibunya muncul.” Eh Diana ya?” Sapa ibu itu lembut. Diana kaget dia belum memperkenalkan diri, tapi ibu ini sudah tahu namanya. Pasti ibu yang memberi tahu, piker Diana lagi. “iya bu” balas Diana lembut. “ayo silah kan masuk. “iya bu” Diana menurut ibu itu dari belakangnya masuk kedalam rumah.

“duduk din, ibu buat kan minuman dulu”. “tidak usah repot-repot bu Diana hanya sebentar” kata Diana cepat. “ah tidak apa-apa,jangan sungkan-sungkan” potong ibu itu. Diana tidak bisa menolak. Tiba-tiba seorang anak perempuan muncul. Anak perempuan yang ingin dia temui.

“eh ada tamu” sapanya ramah. Diana tersenyum. “ tari” katanya sembari menujulurkan tangan pada Diana. Diana menyambutnya “Diana” balas Diana sambil tersenyum. “ aku udah tau kok” katanya lagi. “eh?. “haha dari ibu kamu lanjutnya sambil tertawa.” Oh…” Diana pun ikut tertawa. Diana tertegun melihat tari dia begitu percaya diri. Walaupun tubuhnya mungil namun itu semua tidak membuat nya minder sama sekali. Diana dan tari pun bercerita banyak dari SD sampai Kuliah. Yang ternyata mereka satu universitas tapi beda fakultas. Diana fakultas fisip sedangkan tari fakultas FMIPA. Tari banyak bercerita mengenai dirinya. Dari dia dulu sering di ejek, di bully di sekolah karena tubuhnya kecil. Tapi semua itu tidak pernah menyurutkannya untuk berprestasi.

Tari banyak menjuarai perlombaan baik tingkat sekolah, kabupaten maupun tingkat provinsi. Dari sanalah dia membuktikan bahwa dia juga mempunyai kelebihan karena dia percaya bahwa disetiap kekurangan pasti ada kelebihan. Dan teman-teman yang memandangngya dengan sebelah mata hanya bisa malu. Cerita tari panjang lebar.Diana tertegun. Rasanya ia malu pada tari. Dia mempunyai yang fisik sempurna tapi terkadang ia pesimis dengan hal yang dia hadapi. Terkadang dia iri dengan temannya yang lebih tinggi sedikit darinya. Padahal tinggi tubuhnya kategori tinggi. Hanya saja dia masih mempermasalahkan itu semua. Diana tersenyum. Sambil menjulurkan tangannya lagi. Boleh kah kita berjabat tangan lagi? Tari bingung. “ boleh kah aku jadi sahabatmu? Lanjutnya lagi. “ tentu” balas tari sembari tersenyum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun