Mohon tunggu...
Find Leilla
Find Leilla Mohon Tunggu... Administrasi - librarian

seperti koinobori yang dihembuskan angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memiliki Benda-Benda Koleksi Itu Seru

6 Desember 2014   01:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:57 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa saat lalu seorang murid les saya datang ke rumah sambil menunjukkan penghapusnya yang lucu. Saat kedapatan salah menulis dan saya minta untuk menghapus tulisan yang keliru itu, ia dengan santai menjawab, ‘Pinjem bunda aja. Ini sayang kalo dipake,’ ujarnya sambil mengeluarkan beberapa penghapus lain dari dalam tasnya. Wah.

[caption id="attachment_339838" align="aligncenter" width="300" caption="penghapus ikan-ikanan (dok.pri)"][/caption]

[caption id="attachment_339839" align="aligncenter" width="300" caption="penghapus buah-buahan (dok.pri)"]

14177781101796501707
14177781101796501707
[/caption]

Jadi teringat jaman ‘kencurnya’ saya dulu. Awal-awal memasuki bangku SMP saya suka sekali mengkoleksi penghapus pensil. Jumlahnya sempat mencapai ratusan. Nyimpennya penuh sekaleng Khong Guan. Tiap ke toko buku pasti ada aja penghapus yang dibeli. Sengaja nggak dipake, emang niat dijadikan koleksi. Awalnya jatuh hati mengkoleksi penghapus karena satu kali membeli dapetnya jenis buah-buahan. Karena lucu bentuknya jadi sayang. Besoknya mampir lagi ke toko yang sama malah dapet koleksi ikan. Akhirnya keterusan. Mulai dari yang ukuran mini sampe yang segede jepretan, saya punya. Yang paling berkesan saat ulang tahun seorang sepupu menghadiahi saya penghapus berbentuk sepatu roda, jiah, sampe nggak bisa tidur saking bahagianya.

Itu penghapus. Di tengah-tengah masa ‘ingusan’ itu saya nggak cuma mengkoleksi penghapus, tapi juga berkembang jadi kolektor kaos kaki, perangko, dan uang kertas. Kebiasaan membeli dan menyimpan kaos kaki bahkan saya bawa sampe setingkat SMA. Apalagi saat SMA semakin banyak teman yang mengkoleksi benda yang sama. Ukurannya dari yang paling mini semata kaki sampe setinggi kaos kaki pemain sepak bola pun saya punya. Seneng aja pokoknya.

Khusus koleksi perangko dan uang kertas jadul sebenernya karena ikut-ikutan kakak sepupu saya. Jaman dulu saat surat-suratan lewat pos jadi satu-satunya alternatif komunikasi, keluarga kami sering mendapat kiriman kartu pos atau surat dari dalam dan luar negeri. Apalagi kalo bulan Natal seperti ini. Perangko terjauh yang pernah saya dapat dulu adalah dari Amerika, Belanda, dan Mali-Afrika. Dulu saya pinter banget ngelupas perangko dari amplop ato post card tanpa merusak bentuk aslinya. Begitu lepas, biasanya langsung saya simpan di buku khusus koleksi perangko. Koleksi terfavorit saya adalah perangko bergambar kepala bermahkota sang Ratu Wilhelmina dalam berbagai warna. Cantik. Elegan. Uang juga demikian. Awalnya karena ibu masih menyimpan beberapa lembar rupiah jaman tahun 50an di dompetnya. Meski nggak banyak, namun melihat uang jaman saya belum dilahirkan yang cantik berjajar itu bisa jadi penghiburan juga.

Sebenarnya memiliki koleksi benda-benda seperti itu banyak manfaatnya. Selain berfungsi untuk menyimpan sejarah ada kalanya benda-benda itu bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi di waktu yang berbeda. Dan yang terpenting lagi adalah memiliki benda-benda koleksi bisa mengurangi stress juga. Kayak saya. Kalo sedang nganggur dan nggak ada kerjaan biasanya saya suka mengeluarkan semua koleksi penghapus yang saya punya kemudian menjajarkannya satu persatu dan membersihkannya dari debu. Nggak capek, yang ada malah muncul rasa senang. Demikian juga dengan koleksi perangko dan yang lainnya. Membalik-balik album perangko yang penuh dengan berbagai gambar bisa bikin hati tenang. Memiliki benda-benda koleksi bisa mengajarkan kita untuk bertanggungjawab atas koleksi yang kita punya. Selain itu lewat benda-benda koleksi bisa digunakan untuk memperluas pergaulan kita, apalagi kalo ingin mengembangkan koleksi lewat tukar menukar, misalnya.

Saat ini memang tak satupun koleksi saya yang masih bertahan. Hampir semua koleksi saya akhirnya punah menurut jamannya. Ada yang hancur kena banjir, ada yang tercecer saat pindahan rumah, ada yang jadi rebutan ponakan dan juga saudara, tau-tau ilang aja. Kalo dipikir lagi gimana senangnya mendapat tambahan koleksi waktu itu sering membuat saya menyesal. Tapi paling tidak di satu ketika di masa lampau dulu saya pernah menjadi seorang kolektor juga. Meskipun kolektor kacangan versi abal-abal.

Salam nostalgia.

Salam Kompasiana.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun