Awal bulan lalu sedikit terkejut saya melihat rekening koran bank yang bersih tanpa potongan cicilan. Iseng saya menelpon bank dan menerima jawaban, ‘Ibu, angsuran KPR ibu sudah selesai.’ Surprise! Kaget bener saya karena memang nggak menyangka cicilan ini akan berakhir masa berlakunya. Sempet terharu mengingat ternyata umur saya sudah melaju sebanyak 15 tahun rupanya. Rumah itu dulu tak sedikitpun niat saya untuk mengambilnya. Hanya karena kakak saya yang batal mengambil cicilan dan meminta saya yang meneruskan, membuat saya memiliki sebuah ‘rumah’ juga, meskipun mungil, pada akhirnya.
Â
Perumahan yang saya ambil itu letaknya di luar batas kota Surabaya. Karena jauh, tak seorangpun dari kami yang mau tinggal di sana. Ingat benar saya, di akhir tahun 99 dulu kawasan perumahan itu masih seperti desa. Jauh dari jalan raya. Perjalanan menuju ke sana udah kayak piknik ketimbang jalan menuju rumah. Blok hanya tersedia dua atau tiga saja. Bagian belakang dan jalanan menuju perumahan masih dipenuhi oleh alang-alang. Satu kata, ngeri banget saya mau tinggal di sana. Jadilah selama bertahun-tahun rumah itu sepi sendiri tanpa penghuni. Meski demikian, setiap tahun kami selalu rajin membayar pajak. Nah, ini sumber permasalahannya.
Â
Tahun pertama membayar pajak, kami sempat mendapat SPPT PBB dari kelurahan. Saat itu kami ditawarkan untuk membayar di UPT yang bersangkutan atau lewat Bank Jatim. Berhubung jarak antara rumah yang saya tinggali dengan rumah masa depan itu sedemikian jauh, maka saya lebih memilih untuk membayar lewat bank saja. Berhubung juga kegiatan saya teramat padat, maka setiap jatuh tempo saya selalu meminta bantuan orang ke tiga untuk membayarkannya di bank. Karena bisa langsung membayar tanpa menggunakan SPPT, jadilah selama 14 tahun itu saya membayar tunai dan hanya diberi bukti pembayaran PBB dari bank saja.
Â
Saat cicilan KPR sudah selesai dan keinginan untuk meningkatkan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik ke notaris, barulah saya tahu bahwa SPPT PBB itu perlu. Langsung puyeng sebab saya hampir nggak ngerti cara mengurusnya. Berikut sedikit berbagi mengenai jalan panjang yang harus kami lalui demi mendapat selembar kertas yang bernama ‘SPPT PBB’ :
Â
Kantor Kelurahan Setempat-RW-RT
Â
Awalnya notaris menginformasikan bahwa SPPT biasanya di-pull-kan di kantor kelurahan. Jika di kantor kelurahan tidak ada, saya disarankan untuk menelusurinya ke pihak RW (Rukun Warga) atau RT (Rukun Tetangga) jika perlu. Benar saja, selembar kertas saya itu sudah tidak ada di kantor Kelurahan, sehingga kami diminta untuk menanyakannya ke rumah Bapak RW. Begitu tiba di rumah Pak RW dijawab SPPT tidak ada, kemungkinan sudah ada di tangan RT. Saat bertamu ke rumah RT betapa lemasnya kami karena dipihaknya juga tidak ada. Beruntung Pak RT dengan sabar menjelaskan bahwa kami bisa langsung menanyakan masalah ini ke Dispenda dengan membawa semua tanda bukti bayar PBB dari Bank Jatim.Â
Â
Kantor Dispenda
Â
Penerimaan kantor Dispenda sangat baik dan informatif. Menunjukkan bukti pembayaran pajak selama 15 tahun lengkap pada petugas bagian PBB, kami diminta untuk mengurus surat permohonan dari Kelurahan setempat yang menyatakan bahwa benar atas nama saya dan nomor KTP yang masih berlaku bermaksud untuk mengajukan permohonan mendapat print out ulang SPPT PBB. Surat ini harus ditandatangani oleh saya dan Bapak Lurah.Â
Â
Balik lagi : Kantor Kelurahan
Â
Menyampaikan maksud tersebut di atas, pihak Kelurahan menerima dengan syarat kami harus mengajukan surat permohonan dulu lewat RT-RW. Namun melihat wajah teman saya yang sudah begitu layu dan letih karena harus bolak-balik Gresik-Surabaya membuat petugas Kelurahan itu iba juga. Betapa bersyukurnya saya ketika ibu petugas itu akhirnya mau membuatkan surat sakti itu.Â
Â
Kembali : Dispenda
Â
Butuh waktu satu hari kerja untuk mendapatkan surat dari Kelurahan. Setelah semua tanda tangan siap, surat pun dibawa kembali ke Dispenda dan dijanjikan salinan SPPT PBB bisa selesai setelah tiga hari kerja.Â
Â
Satu minggu berlalu. Kemarin lembar print out SPPT dengan tulisan ‘Salinan’ berwarna merah sudah ada di tangan saya. Betapa bersyukurnya saya bahwa meski harus menempuh jalan berliku, tapi toh tetap berbuah manis pada akhirnya. Dan yang membuat saya kagum adalah tak sepeser pun uang yang saya keluarkan untuk mengurus surat di kantor-kantor pemerintahan itu. Salut saya untuk kantor Kelurahan Bambe dan pihak Dispenda Pemerintah Kota Gersik. Dua jempol bahkan banyak jempol saya untuk pelayanan anda. Terima kasih. Tuhan memberkati pelayanan anda sekalian. Amin.
Â
Semoga bermanfaat.
Salam Kompasiana.Â
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H