Baru 2 hari semenjak saya tinggal di Jogja untuk kerja di sebuah perusahaan game. Tentunya karena pertama kali kost, masih banyak penyesuaian-penyesuaian yang harus dihadapi mengingat dari lahir hingga tamat kuliah, saya benar-benar menghabiskan hidup di Kota Bandung.
Alasan saya memilih Jogja, di samping faktor tempat kerja dan mencari suasana baru, juga karena dalam ingatan saya Jogja adalah kota yang nyaman. Namun banyak opini teman-teman mewanti-wanti saya kalau tinggal di Jogja, selain harus tahan panas (karena orang Bandung terbiasa dingin) juga harus punya motor.
Wah? Saya tidak bisa motor, punya pun tidak, dan memang tidak suka. Di Bandung saya sangat benci pengendara motor, karena suka ugal-ugalan, tapi karena masih ada angkot jadi saya tidak terlalu masalah kalau memilih tidak naik motor.
Awalnya saya masih meremehkan ketidak-punyaan motor untuk hidup saya di Jogja ini, ah toh masih ada Trans Jogja. Namun baru setelah 5 hari disini ( 2 hari masuk kerja), saya mulai merasakan krusialnya punya motor.
Disini sama sekali tidak ada angkutan umum semacam angkot (yang awam di Bandung), Trans Jogja rutenya kurang terakomodasi dengan baik dan intervalnya jarang (artinya armadanya sedikit), hampir semua ruas jalan dipenuhi kendaraan bermotor, belum lagi panas terik. Imej Jogja yang nyaman hancur sudah (karena menurut saya ada-tidaknya transportasi publik sangat krusial sebagai tahap awal untuk nyaman di suatu kota). Begitu pula saat menyebrang, saya sangat heran dengan sikap pengendara di Jogja yang tidak memberi waktu bagi penyebrang, mereka melaju saja terus tanpa ancang-ancang berhenti mempersilahkan. Padahal keramahan dan kesantunan Jogja menurut saya nomor satu di Indonesia.
Sekarang saya masih berjuang keras untuk beradaptasi, karena sebisa mungkin bertekad untuk tidak membeli motor (saya pikir uang membeli motor lebih baik diinvestasikan ke hal lain yang lebih berprospek) dan menunggu gaji untuk membeli sepeda mungkin. Saya tidak tahu apakah saya bisa survive di Jogja dengan menjadi pengguna transportasi publik/berjalan kaki atau tidak.
Yang saya harapkan hanya, jangan mengejek resolusi orang-orang seperti saya, yang masih berusaha memilih tidak menggunakan kendaraan pribadi. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H