Brakk.
Bunyi pintu papan dibanting oleh simbok membuat rumah kayu ini terasa bergoyang. Aku yang ketakutan hanya terdiam di balik kursi kayu yang hampir roboh.
Byurrr.
Bunyi air dibuang terdengar kemudian. Apa yang dilakukan simbok kali ini?.
Aku memberanikan diri mengintip lewat celah gedek yang sudah mulai bolong. Kulihat simbok membuang air dari dalam panci yang baru saja diangkatnya dari tungku. Aku tahu kenapa simbok melakukan itu. Simbok tidak ingin melayani bapak membuatkan kopi untuknya.
"Tidak usah pulang sekalian!" teriak simbok dari arah dapur.
"Kamu lebih memilih teman-temanmu dibanding kami ini." Simbok melanjutkan omelannya.
"Sudahlah, Nah. Malu didengar anak-anak," bela bapak.
"Apa? Malu? Kamu masih punya urat malu di depan anak-anakmu?" suara simbok semakin meninggi.
"Aku pikir urat malumu sudah putus," ucap simbok lagi.